Musik tentu saja merupakan suatu hiburan atau relaksasi ketika keadaan kita sedang mumet memikirkan suatu hal. Mungkin saja tugas kuliah, kerjaan yang masih menumpuk, gaji yang masih belum seberapa, dan masih banyak lagi. Maka pelariannya bisa saja dengan mendengar musik dari berbagai genre sesuai selera kita masing-masing. Tiap orang berhak menentukan genre dan seleranya dan jangan memaksa untuk menyesuaikan apa yang kita suka.
Dalam dunia Islam, seni musik pernah berkembang dengan sangat antusias. Perkembangannya bahkan mencapai puncak yang dipelajari oleh berbagai pihak, termasuk barat. Pada konteks sekarang ini, musik Islam yang banyak digandrungi tentu saja Maher Zain yang banyak diputar di berbagai sudut jalan. Selain itu, ketika membeli baju lebaran pun alunan lagu Maher Zain turut mengiringi langkah. Tapi, permusikan Islam saat ini bukan Cuma Maher Zain, ada juga komposer debutan asal London, yaitu Sami Yusuf yang sangat ciamik dengan menggabungkan instrumen Kristen dan Islam. Bahkan ia memasukkan unsur dan syair para sufi Islam di dalam lagunya. Maka saya akan menyebut dalam seni musik Islam bahwa Maher Zain adalah aliran syariat, sedangkan Sami Yusuf adalah tarekatnya.
Saya lebih memfokuskan pada pertunjukan panggungnya Sami Yusuf di beberapa tempat, seperti Dubai, Paris, India, dan Azerbaijan. Kemudian, saya akan mencoba menjelaskan bagaimana seni musik Islam berawal serta perkembangannya.
Sejarah Musik dalam Islam
Jika menjelaskan bagaimana perkembangan musik dalam Islam, tentu asalnya sebelum kedatangan Islam itu sendiri. Bagaimana orang-orang Arab Pra-Islam sangat mencintai musik dan syair dengan menampilkannya di berbagai pasar. Kemudian beberapa ulama, akademisi, sejarawan Muslim, berargumen bahwa musik di masa kedatangan Islam tidak diperbolehkan karena adanya unsur maksiat atau hal yang mengandung unsur dosa.
Hal yang jarang diketahui oleh kita adalah adanya kitab yang benar-benar menjelaskan tentang musik, salah satu mahakarya dalam sastra Arab abad pertengahan adalah Kitāb al-Aghānī (Kitab Lagu) yang luar biasa, disusun pada abad ke-10 M oleh Abū l-Faraj al-Iṣbahānī (897–967). Karya besar ini (yang dalam edisi cetak modern bahasa Arab terdiri lebih dari dua puluh jilid) merupakan puncak dari beberapa abad perkembangan genre buku lagu Arab.
Sayangnya, berbagai penelitian sejarah Islam sangat minim untuk menelusuri kitab tersebut. Entah karena penilaian musik itu haram oleh umat Islam Indonesia itu sendiri, entah mungkin keterbatasan bahasa, atau mungkin kurang memiliki selera terhadap topik tersebut, entahlah, banyak faktornya. Tidak terkecuali kita selalu menganggap lagu Islam harus berlafaskan shalawat, nama-nama Allah, atau yang memuat kebaikan. Padahal jika kita telusuri semuanya itu sangat jauh, bisa saja nyanyian itu dimaksud untuk memuji para Sultan. Dalam Kitāb al-Aghānī (Kitab Lagu) memuat not musik dan irama yang disesuaikan dengan alat musiknya. Menurut penulis, perkembangan seni musik Islam di Indonesia sangat jauh berbeda dengan seni musik Islam yang berkembang di daerah lain.
Saya menyelidiki sebuah literatur eksklusif tentang kajian Timur Tengah yang dilakukan oleh lembaga Brill dan menemukan buku berjudul “Medieval Arab Music and Musicians” yang merupakan karya dari Dwight F. Reynolds. Kemudian ada dua karya lagi yang dikunci oleh Brill. Kebetulan saja buku tersebut memiliki akses terbuka yang kemungkinan khusus di bulan Ramadhan.
Pembahasan dalam buku tersebut memuat beberapa para musisi Islam, seperti Ibrahim al-Mawsili, Ali bin Nafi’, dan Ibnu Sana’ al-Mulk Dar al-Tiraz. Lalu perjalanan musik Islam setelah ekspansi Islam ke berbagai wilayah, musik berkembang pesat, terutama di bawah pemerintahan Dinasti Umayyah (661–750 M) dan Abbasiyah (750–1258 M).
Masa Umayyah: Musik mulai diakui sebagai bentuk seni. Istana di Damaskus menjadi pusat kebudayaan di mana musisi dan penyair berkumpul. Masa Abbasiyah: Musik mencapai puncak kejayaan. Istana di Baghdad dan Cordoba menjadi pusat intelektual yang menggabungkan musik Arab, Persia, Yunani, dan India. Tokoh penting seperti Ibrāhīm al-Mawṣilī dan putranya, Isḥāq al-Mawṣilī menjadi musisi terkenal di istana Abbasiyah. Ada juga teori musik yang berkembang pesat. Al-Kindī (801–873 M) menulis banyak risalah tentang musik, dan al-Fārābī (872–950 M) dalam bukunya Kitāb al-Mūsīqī al-Kabīr membahas sistem teori musik yang lebih kompleks.
Karya Reynolds sangat gamblang menjelaskan seni musik Islam, kehidupan sehari-hari para musisi, bagaimana munculnya artis baru yang tidak terduga, pelatihan penyanyi muda, penampilan perdana mereka, serta dinamika kehidupan musik di Makkah, Madinah, istana Umayyah di Damaskus, dan istana Abbasiyah di Baghdad. Kemudian kita juga mengetahui berapa bayaran para musisi, persaingan di antara para penyanyi, kompetisi lagu, jamuan makan dan pesta minuman, perjalanan ke pedesaan, malam-malam di kedai minuman, perdagangan budak penyanyi berbakat, hukuman bagi penyanyi yang mengecewakan patron mereka, serta penghargaan yang diberikan kepada mereka ketika berhasil membangkitkan perasaan emosional yang mendalam dalam diri patron mereka melalui musik yang indah, yang disebut sebagai ṭarab.
Seni Musik Islam: Sami Yusuf dan Beberapa Karya yang diambil dari Para Sufi
Jika mendengar musik Sami Yusuf yang begitu memukau dengan memasukkan syair yang diciptakan oleh berbagai sufi ternama, seperti Ali Imaduddin Nasimi, Lal Shahbaz Qalandar, Pir Sultan Abdal, Abdul Hasan Al-Shushtari, Suhrawardi, dan al-Hallaj. Kita tahu sendiri bagaimana sejarah Islam di Indonesia menyikapi ini sebagai aliran Wahdah al Wujud yang sudah diberantas sampai ke akar-akarnya.
Walaupun begitu, jika ingin mempelajarinya silakan saja. Selama bulan Puasa menurut saya itu momen yang baik selain menjalankan ibadah yang bersifat syariat yang juga harus kita jalani secara total. Maka hal yang bersifat esoteris akan berjalan dengan sendirinya dengan spiritualitas yang lebih mapan, karena masing-masing orang memiliki perjalanan spiritual yang berbeda-beda. Dengan membaca, memahami, dan berdiskusi dengan yang ahli tentu akan sangat membantu untuk membuka cakrawala pikiran kita.