Bongak

Tekanan untuk Sukses di Masyarakat Jepang

Masyarakat Jepang dikenal dengan etos kerja yang kuat, kedisiplinan, dan komitmen terhadap keberhasilan. Dari tingkat pendidikan hingga dunia kerja, tekanan untuk sukses di Jepang bisa sangat besar, terutama bagi generasi muda. Tekanan ini tidak hanya mencakup harapan untuk mencapai prestasi akademik dan profesional, tetapi juga untuk memenuhi standar sosial dan budaya yang tinggi. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana tekanan untuk sukses mempengaruhi generasi muda Jepang, bagaimana masyarakat mendukung dan menantang mereka, serta dampak dari tekanan ini terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan mereka. Tekan yang kerap terjadi dalam masyarakat Jepang antara lain, tekanan akademik dan tekanan dunia kerja.

Sistem pendidikan Jepang terkenal dengan persaingannya yang ketat. Dari usia dini, siswa di Jepang dihadapkan pada tekanan untuk berprestasi tinggi dalam ujian dan memenuhi standar akademik yang tinggi. Proses masuk universitas, khususnya ke institusi terkemuka seperti Universitas Tokyo atau Kyoto, sering kali melibatkan ujian masuk yang sangat kompetitif dan intens. Shiken Jigoku adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tekanan besar yang dihadapi oleh siswa yang mempersiapkan ujian masuk universitas. Proses ini melibatkan jam belajar yang panjang, les privat, dan berbagai bentuk persiapan untuk memastikan keberhasilan. Tekanan ini sering kali menyebabkan stres yang signifikan, dan dampaknya dapat meluas ke kesehatan fisik dan mental siswa.

Di Jepang, harapan orang tua juga memainkan peran penting dalam tekanan akademik. Banyak orang tua menempatkan harapan besar pada anak-anak mereka untuk berhasil di sekolah dan mencapai kesuksesan profesional di masa depan. Budaya Jepang menekankan pentingnya prestasi sebagai ukuran keberhasilan dan kehormatan keluarga. Tekanan ini tidak hanya berasal dari harapan pribadi tetapi juga dari norma sosial yang menganggap kesuksesan akademik sebagai indikasi utama dari nilai dan potensi seseorang. Tekanan akademik yang tinggi sering kali berdampak pada kesehatan mental siswa. Banyak siswa mengalami stres, kecemasan, dan kelelahan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Fenomena seperti *”hikikomori”*—individu yang menarik diri dari masyarakat dan menghindari interaksi sosial—sering kali terkait dengan tekanan akademik dan ketidakmampuan untuk memenuhi harapan tinggi. Selain itu, tingkat bunuh diri di Jepang, yang sering dikaitkan dengan tekanan akademik, menunjukkan dampak serius dari beban yang dihadapi oleh generasi muda.

Setelah memasuki dunia kerja, banyak pekerja muda di Jepang menghadapi tekanan tambahan untuk sukses dalam karier mereka. Budaya kerja Jepang, yang dikenal dengan istilah karōshi (kematian karena kerja), mencerminkan ekspektasi untuk bekerja berjam-jam dan menunjukkan dedikasi yang tinggi. Pekerja sering kali diharapkan untuk melakukan lembur tanpa tambahan kompensasi dan menempatkan pekerjaan di atas segala hal lainnya, termasuk kesehatan pribadi dan waktu bersama keluarga. Tekanan untuk menunjukkan komitmen dan dedikasi di tempat kerja dapat menyebabkan kelelahan yang parah dan mempengaruhi keseimbangan kehidupan kerja. Banyak pekerja muda merasa tertekan untuk terus menerus membuktikan nilai mereka, yang sering kali mempengaruhi kualitas hidup mereka dan hubungan pribadi mereka.

Persaingan di tempat kerja juga dapat menciptakan tekanan tambahan. Pekerja muda di Jepang sering kali harus bersaing untuk mendapatkan promosi dan kesempatan karier, yang dapat menambah stres dan tekanan. Dalam lingkungan yang kompetitif ini, pekerja diharapkan untuk selalu meningkatkan keterampilan mereka dan berkontribusi secara signifikan untuk dapat bersaing dengan rekan-rekan mereka. Karyawan yang tidak memenuhi harapan ini mungkin merasa tertekan untuk terus-menerus berjuang agar tetap relevan di tempat kerja mereka. Budaya kerja yang intens dan tekanan untuk sukses dapat berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Karoshi dan karojin (penyakit akibat kerja) adalah isu kesehatan serius yang terkait dengan tekanan kerja yang ekstrem. Pekerja yang mengalami kelelahan berlebih dan stres kronis dapat menghadapi risiko kesehatan yang signifikan, termasuk gangguan tidur, masalah kardiovaskular, dan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

Dalam beberapa tahun terakhir, ada usaha dari pemerintah Jepang untuk mengatasi tekanan yang dialami oleh generasi muda. Pemerintah telah memperkenalkan berbagai kebijakan untuk mengurangi jam kerja yang berlebihan dan meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja. Program-program seperti Premium Friday bertujuan untuk mendorong pekerja untuk pulang lebih awal pada akhir bulan untuk menikmati waktu bersama keluarga dan bersantai. Selain itu, upaya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental dan menyediakan dukungan bagi individu yang mengalami stres atau masalah kesehatan mental. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah sering kali menyelenggarakan kampanye dan program untuk mendukung kesejahteraan mental dan mengurangi stigma terkait dengan mencari bantuan.

Seiring dengan perubahan sosial dan ekonomi, ada juga perubahan dalam budaya kerja dan pendidikan di Jepang. Beberapa perusahaan mulai menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel untuk jam kerja dan menawarkan lebih banyak dukungan bagi kesejahteraan karyawan. Begitu pula, dalam sistem pendidikan, beberapa sekolah mulai fokus pada pendidikan yang lebih holistik, yang mencakup kesejahteraan siswa selain pencapaian akademik. Perubahan ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan tekanan akademik dan profesional dengan kebutuhan individu, serta untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi generasi muda. Dengan adanya reformasi ini, diharapkan generasi mendatang akan memiliki pengalaman yang lebih sehat dan seimbang dalam mengejar kesuksesan. Keluarga dan komunitas juga berperan penting dalam mendukung generasi muda untuk menghadapi tekanan. Pendidikan tentang keseimbangan kehidupan kerja, manajemen stres, dan dukungan emosional dapat membantu individu mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Komunitas lokal dan kelompok pendukung dapat menyediakan ruang bagi individu untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan, mengurangi rasa isolasi dan stres.

Tekanan untuk sukses di Jepang, baik dalam pendidikan maupun dunia kerja, merupakan fenomena yang kompleks dan multifaset. Generasi muda dihadapkan pada harapan tinggi untuk berprestasi dan memenuhi standar yang ketat, yang dapat menyebabkan dampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan mereka. Meskipun tekanan ini merupakan bagian dari budaya Jepang yang lebih luas, ada usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini melalui kebijakan pemerintah, perubahan dalam budaya kerja dan pendidikan, serta dukungan dari keluarga dan komunitas. Seiring dengan perubahan sosial dan kesadaran yang semakin meningkat tentang kesehatan mental, diharapkan bahwa generasi mendatang akan dapat menavigasi tekanan untuk sukses dengan cara yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Dengan dukungan yang tepat, generasi muda Jepang dapat menemukan cara untuk mencapai kesuksesan sambil menjaga kesejahteraan mereka dan menikmati kehidupan yang lebih seimbang dan memuaskan.

Fakhria Nesa

Dosen Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *