Mejeng

Alu-Alun Salatiga, Tempat Ternyaman yang Pernah Saya Kunjungi

Kegiatan bazar buku yang saya lakukan selama seminggu di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) ditambah mengelilingi berbagai tempat yang ada di Salatiga. Salah satunya adalah alun-alun. Pada tanggal 8 September secara nggak sengaja ketika sarapan pagi di sekitaran alun-alun, terlihat kegiatan melukis yang dinamakan “Pesta Warna Semesta”. 

Alun-alun sudah semestinya menjadi tempat bagi masyarakat memaksimalkan berbagai jenis kegiatan. Ternyata kegiatan melukis di alun-alun Salatiga pesertanya nggak hanya dari kalangan pelukis saja, namun juga dari berbagai kalangan, seperti perkerja kantoran, mahasiswa akhir semester yang banyak dihantui oleh tugas akhir, dan berbagai kalangan.

Saya berkesempatan juga mengobrol kepada Mas Denis yang menginisiasi acara tersebut. “Para peserta bebas melukis apa pun untuk mengekspresikan diri, selain itu para peserta nggak hanya berasal dari Salatiga, tapi juga dari Boyolali, Semarang, bahkan dari Yogyakarta” ungkapnya. Saat ia mengetahui bahwa saya dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sontak ia mengatakan “kan rektor UIN suka ngelukis”. Langsung ajalah ku jawab “ya mas, itu yang rektor sebelumnya, mas Makin kan ya”.

Melukis adalah Peredam Stres

Kota Salatiga yang dijuluki sebagai Salatiga hati beriman, saya rasa memiliki daya tarik yang luar biasa. Sekitaran alu-alunnya saja berdiri rumah ibadah berupa Gereja Katolik dan Masjid. Konon Masjid itu merupakan bekas gedung dari IAIN Salatiga yang diberdayakan oleh teman-teman pergerakan.

Warga yang mengunjungi alu-alun sangat dimanjakan oleh beragam fasilitas yang tersedia. Bisa olahraga, bisa piknik, bisa jalan-jalan santai, dan semacamnya. Bahkan baru Bahkan baru-baru ini ada kegiatan melukis. Melansir dari Gramedia.com, seni lukis bisa menuangkan emosi dan ekspresi jiwa bagi para pelukis. Oleh sebab itu, para pelukis dibebaskan menggambar apa pun. Seperti gambar gunung, pepohonan, taman, gapura, dan sebagainya.

Pelukis dan lukisannya (Dok. Pribadi)
Hasil lukisan (Dok. Pribadi)
Kegiatan para pelukis di alun-alun Salatiga (Dok. Pribadi)

Kota Kecil yang Banyak Orang-Orang Penting

Selama melakukan bazar buku di UKSW, saya selalu berinteraksi dengan berbagai orang. Bahkan saya mendengarkan mereka suka dengan buku jenis apa, apakah novel, buku sosial, agama, politik, psikologi dan lainnya. Terkadang saya juga suka mendengarkan hasil buku yang telah mereka baca, jadi bisa tambah perspektif.

Beberapa tokoh penting juga saya temui di UKSW, salah satunya Pius Rengka. Ia selalu lalu lalang tiap pagi dan bertanya tentang buku-buku apa saja yang dijual. Tak ketinggalan, saya juga meminta rekomendasi buku-buku apa saja yang ia baca. Ia termasuk orang yang menginginkan buku Fenomenologi karyanya Edmund Husserl. Sayangnya buku yang dijual hanyalah “Being and Existence: Perbandingan antara Martin Heidegger dan Mulla Sadra”. Saya juga berdiskusi dengannya dan ingin mengetahui bagaimana penilaiannya terhadap buku itu. “Menurut saya kurang sih” ujarnya.

Awalnya saya nggak tahu apa-apa tentang Pius Renka. Tapi setelah liat-liat di Google, ternyata dia adalah seorang wartawan dari Kupang. Teman saya, Nurjulian Majid, yang saya tugaskan untuk membawa pesanan darinya, yaitu buku karyanya Mahbub Junaidi. Tidak dibawa. Alhasil ia menegur “biasanya mereka yang diberi tanggung jawab, akan melanggarnya”, kami hanya tersenyum tipis.

Obrolan nggak sampai disitu. Ia menyarankan kami untuk terus mengoleksi buku-buku kiri, entah itu Marjin Kiri maupun penerbit Resist Book. Menurutnya lagi, buku kiri perlu untuk dibaca untuk menambah daya kritis.

Selain itu, saya juga bertemu dengan salah satu dosen UKSW yang kenal dengan Sumanto Qurtubiy. Penulis buku “Arus Islam China Jawa” ini ternyata alumni UKSW. Bahkan kabarnya lagi, Sumanto Qurtubiy nggak memperpanjang kontrak dosennya di Arab Saudi dan akan kembali ke Indonesia.

Saya juga sering bertanya-tanya rekomendasi buku yang penting untuk penelitian yang akan menambah wawasan. Ia menyarankan untuk memasukkan buku berjudul “Masyarakat Bebas Struktur Menurut Viktor Turner” karyanya Wartaya Winangun. Beberapa mahasiswa UKSW juga ada yang menyarankan untuk memasukkan buku berjudul “Etika Pembangunan”. Menurut saya ini adalah hal yang penting. Seharusnya kita mendengar rekomendasi buku dari suara orang biasa.

Fachri Syauqii

Pewarta weread.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *