Sele - Sele

Jelajah Kata Bukan Sekadar Tempat Jualan Buku Biasa

Jelajah Kata, saat pertama berkunjung dengan bang Taslim untuk membeli buku karyanya Pramoedya Ananta Toer. Saya menyempatkan untuk main ke tempat bang Abud. Jelajah Kata merupakan distributor buku yang dipegang oleh bang Abud dkk, mengambil buku dari berbagai penerbit. Kecuali penerbit Gramedia. Toko buku Gramedia itu sangat sulit kemungkinan besar mereka telah memiliki distributornya sendiri.

Bisa dibilang bang Abud memiliki citga-cita untuk membeli bus kecil. Tujuannya bisa kemana-mana dengan mudah sambil membuat bazar buku di berbagai daerah pelosok. Jelajah Kata yang telah ada sejak Agustus 2015, memiliki gerakan literasi yang nggak hanya meningkatkan kesadaran minat baca, namun juga membantu para penulis dan penerbit buku lokal.

Beberapa penerbit buku yang sering diambil, semisal Penerbit Mizan, Penerbit Jejak Pustaka, Penerbit Kanisius, Penerbit LKiS, terutama Penerbit Diva Press. Menurut saya, ada dunia tersendiri pada penerbit-penerbit buku ini. Dan yang paling penting adalah Gramedia begitu menghegemoni sebagai penerbit terbaik di Indonesia. Gimana nggak hegemoni, buku-bukunya juga berkualitas, baik lokal maupun terjemahan. Beberapa penerbit buku terjemahan terkadang ejaan bahasa Indonesianya berserak dan itu banyak yang nggak menyadari.

Belum lagi beberapa penerbit buku terdapat persaingan. Ini terjadi, saya dapat dari cerita teman saya Aly Reza. Penerbit buku Diva Press yang dirujak oleh penerbit Narasi karena nggak izin untuk ngambil buku terjemahannya karya Naguib Mahfuz. Novel luar Negeri memang banyak digemari, namun alangkah baiknya ada tahapan komunikasi, baik itu ke penulis maupun penerbit yang sudah mendapat hak untuk mengalih bahasakannya ke Indonesia. Itu sangat vital, mengingat penerjemah harus mendapat konteks keadaan yang diceritakan oleh sang penulis.

Tapi balik lagi ke Jelajah Kata, bang Abud adalah orang yang telah lama malang-melintang di dunia perbukuan. Saat mengobrol dengannya pun terlihat jelas bagaimana ia menanggapi beberapa pertanyaan yang saya lontarkan mengenai penerbit-penerbit di Indonesia. Jejaringnya sangat banyak, beberapa teman-temannya juga membuka beberapa toko buku di berbagai wilayah.

Anti Buku Bajakan

Sempat gempar beberapa buku yang terlacak sebagai buku bajakan, di antaranya Bagus Bookstore, Ruang Remaja, Glory Bookstore, Mafaza Book, Novel Pelajar, pusatbuku_jogja, dan masih banyak lainnya. Ya namanya bajakan, harganya yang murah sangat diminati oleh semua mahasiswa.

Apalagi buku-buku langka yang sudah nggak diterbitkan lagi, kan susah ya nyarinya. Tapi mau bagaimanapun tetap nggak boleh, penulisnya kan nggak dapat royalty. Kecuali beberapa penulis yang memang sudah mengikhlaskan. Contohnya buku Filsafat Ilmu yang ditulis oleh Jujun S. Sumantri yang payah kali dicari. Makanya dia sudah ikhlas bukunya di repro saja dan jadi salah satu buku babon yang digunakan oleh semua mahasiswa untuk mengetahui tentang filsafat ilmu.

Mengenai buku bajakan sendiri, bang Abud nggak mau dan kalo bisa menghindari. Terkadang banyak mahasiswa dan akademisi yang mencari beberapa buku yang sangat sulit untuk dicari, sehingga solusinya ya itu, beli buku asli lalu di repro dan dijual.

Dalam Dunia Buku Ada Etika yang Harus dijaga

Pernah nggak kalian dengar istilah maling buku. Itu caranya begini, ambil buku bekardus-kardus tanpa izin kemudian dijual. Kalo itu jangan dicontoh ya dek ya. Ada etika yang harus dijaga oleh penjual buku. Nggak boleh sembarangan. Harus ada akad antara penerbit maupun distributor, entah itu bagi hasil atau sebagainya.

Ada juga buku obral yang dijual, kalo keseringan saya liatnya novel-novel remaja. Dijual murah supaya tetap ada perputaran uangnya. Enaknya jual buku di situ. Saat penerbit buku yang sudah mau tutup, beli semuanya kemudian jual. Ini juga salah satu bentuk menyelamatkan pihak penerbit buku.

Tetap Bertahan di Tengah Arus e-book

Era digitalisasi membuat semuanya menjadi mudah. Apalagi mau dapatkan buku yang kita cari. Cari di Mbah Google langsung dapat. Tapi banyak kelemahannya. Kek mata sakit kalo berlama-lama depan laptop atau hp. Atau gak ada pembatas buku, jadi mau dibuka lagi untuk dibaca sudah lupa sampai halaman berapa tadi ya?

Kalo saya sendiri, mungkin buku dalam bentuk e-book bisa diandalkan kala uang sudah menipis dan tugas kuliah sudah deadline. Daripada nyarinya lagi ke toko buku, solusinya adalah unduh dalam bentuk pdf atau kalian bisa liat di aplikasi i-pusnas. Dalam aplikasi i-pusnas yang diinisiasi oleh perpustakaan nasional, bagi saya masih sangat sedikit koleksinya, tapi ya mendinglah bisa ngutip untuk tugas makalah atau artikel.

Liburannya Naik Gunung dan Pengalaman Bazar Buku di UKSW

Ini saya yang nggak abis pikir. Kalo saya prediksi bang Abud itu usianya sekitar 50-an lah. Tapi jangan salah, masih gaya anak muda bos. Gimana coba, datang main-main ke kantornya sudah langsung ditawari naik gunung. Konon, bang abud sudah banyak menjelajahi berbagai gunung-gemunung, bahkan sudah sampai Rinjani. Gilak nggak tuh. Belum lagi diajakin sepeda-an dari Jogja ke Jakarta. Untung saja betis nggak pecah. Kalo untuk sepeda-an saya nggak ikut karena ada beberapa alasanlah.

Kalo naik gunung sama bang Abud mungkin keinginannya sama, saya juga ingin ke Rinjani. Tapi, jejaki dululah semua gunung di Jawa. Pembawaan bang Abud yang santai menikmati alam, nggak buru-buru, nggak dipaksa ala gaya Hitler itu yang saya suka.

Minggu ini saya berkesempatan berkegiatan bazar buku di kampus UKSW Salatiga. Lumayan menarik. Bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan mahasiswa dan dosen. Kita juga belajar. Belajar mengenai buku-buku apa yang disukai oleh mahasiswa. Atau belajar cari tahu buku-buku yang lagi dicari oleh para dosen. Mungkin akan ada bazar-bazar berikutnya yang bisa menjadi pembelajaran menarik bagi saya. Ke depan mungkin keinginan saya adalah buat event yang menghadirkan berbagai penerbit buku yang ada di Indonesia, semoga.

Fachri Syauqii

Pewarta weread.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *