Bongak

Generasi Satori: Tren Hidup Minimalis Anak Muda Jepang

Jepang dikenal sebagai negara dengan budaya kerja keras, disiplin tinggi, dan standar hidup yang menuntut. Namun, di tengah tekanan sosial dan ekonomi yang semakin meningkat, muncul sebuah tren di kalangan anak muda Jepang yang dikenal sebagai Generasi Satori. Mereka adalah kelompok yang memilih hidup sederhana, menolak ambisi materialistis, dan lebih fokus pada ketenangan batin. Fenomena ini menjadi perbincangan di Jepang dan dunia karena bertolak belakang dengan nilai-nilai tradisional Jepang yang menekankan kesuksesan finansial dan stabilitas keluarga. 

Kata Satori dalam bahasa Jepang berarti “pencerahan” atau “kesadaran.” Generasi Satori merujuk pada kelompok anak muda yang tidak lagi mengejar kesuksesan material seperti rumah besar, mobil mewah, atau karier bergaji tinggi. Mereka lebih memilih gaya hidup sederhana dan tidak terobsesi dengan pernikahan atau memiliki anak. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang berambisi memiliki pekerjaan tetap di perusahaan besar, generasi Satori lebih memilih pekerjaan yang memberikan keseimbangan hidup, meskipun penghasilannya lebih kecil. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan tren konsumtif atau gaya hidup mewah. 

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya generasi Satori di Jepang. Jepang mengalami stagnasi ekonomi sejak 1990-an, yang dikenal sebagai The Lost Decade. Kesulitan ekonomi ini membuat banyak anak muda merasa sulit untuk mendapatkan pekerjaan tetap atau membeli rumah. Harga properti dan biaya hidup yang tinggi membuat mereka tidak terlalu berharap untuk memiliki kehidupan seperti generasi sebelumnya. Budaya Jepang sangat menekankan kerja keras dan dedikasi. Banyak anak muda yang merasa terbebani dengan ekspektasi tinggi dari keluarga dan masyarakat. Sistem kerja yang menuntut jam kerja panjang juga membuat banyak anak muda merasa kelelahan dan lebih memilih pekerjaan yang fleksibel dan tidak terlalu menekan. 

Generasi Satori memiliki filosofi hidup yang lebih sederhana dan tidak melihat kesuksesan sebagai satu-satunya tujuan hidup. Mereka lebih memilih kebahagiaan personal daripada sekadar mengikuti standar sosial yang mengharuskan mereka menikah, memiliki anak, dan bekerja di perusahaan besar.  Munculnya teknologi dan internet juga berperan besar dalam membentuk generasi Satori. Banyak dari mereka yang lebih memilih menikmati hiburan digital seperti game, media sosial, dan streaming daripada menghabiskan uang untuk gaya hidup konsumtif. Mereka juga lebih nyaman dalam dunia digital dibandingkan interaksi sosial yang intens. 

Generasi Satori memiliki beberapa karakteristik dalam gaya hidup mereka yang membedakannya dari generasi sebelumnya. Mereka tidak tertarik untuk membeli barang-barang mewah atau mengikuti tren konsumtif. Sebaliknya, mereka lebih memilih gaya hidup minimalis dengan memiliki sedikit barang dan hanya membeli sesuatu yang benar-benar dibutuhkan. Banyak anak muda di Jepang yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak karena merasa kehidupan mereka lebih tenang tanpa tanggung jawab keluarga. Survei menunjukkan bahwa semakin banyak pria dan wanita di Jepang yang lebih memilih hidup sendiri daripada membangun rumah tangga. Mereka lebih memilih pekerjaan yang memberikan kebebasan dan tidak menuntut dedikasi berlebihan. Pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan freelance menjadi pilihan utama bagi banyak dari mereka. 

Banyak dari mereka yang sadar akan pentingnya kesehatan mental dan memilih untuk menghindari tekanan kerja atau hubungan sosial yang terlalu rumit. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu sendirian atau dengan lingkaran sosial yang kecil dan nyaman. Jepang sudah lama menghadapi masalah penurunan angka kelahiran, dan generasi Satori semakin memperburuk situasi ini. Dengan semakin banyak anak muda yang menolak menikah dan memiliki anak, populasi Jepang terus menurun, yang berakibat pada kekurangan tenaga kerja di masa depan. Banyak perusahaan Jepang yang mulai kesulitan merekrut karyawan tetap karena anak muda lebih memilih pekerjaan yang fleksibel. Hal ini memaksa perusahaan untuk mengubah kebijakan kerja mereka dan lebih terbuka terhadap model kerja yang lebih fleksibel.  Dulu, menikah, memiliki anak, dan bekerja di perusahaan besar dianggap sebagai bagian dari kehidupan normal di Jepang. Namun, generasi Satori menantang nilai-nilai ini dan menciptakan budaya baru yang lebih menekankan kebebasan individu dan kesejahteraan mental. 

Generasi Satori bisa dilihat dari dua perspektif. Di satu sisi, mereka menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak harus diukur dengan kekayaan atau status sosial. Mereka lebih fokus pada keseimbangan hidup dan kesehatan mental, yang merupakan nilai penting dalam masyarakat modern. Namun, di sisi lain, tren ini juga membawa tantangan besar bagi Jepang, terutama dalam hal penurunan populasi dan tenaga kerja. Jika terlalu banyak anak muda yang menolak berkontribusi dalam sistem ekonomi dan sosial, Jepang bisa menghadapi krisis besar di masa depan. 

Fakhria Nesa

Dosen Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *