Bongak

Belajar Bahasa Asing: Media Berpikir Lintas Budaya

When I think in language, there aren’t “meaning” going through my mind in addition to the verbal expression: the language is itself the vehicle of thought.

Ludwig Wittgenstein

Bahasa merupakan media komunikasi manusia. Melalui bahasa, seseorang dapat menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain. Isi pikiran ini meliputi pandangan, pendapat, perasaan, kritik atapun hal-hal lain yang bekerja di dalam kepala manusia. Sederhananya, melalui bahasa manusia dapat mengeluarkan apa yang ada di pikirannya sehingga dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa pula informasi dapat saling bertukar dari satu manusia ke manusia lainnya.

Bahasa diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu lisan dan tulisan. Wujud ini menjadi pilihan bagi manusia dalam berkomunikasi untuk dapat disesuaikan dengan cara dan tujuan dari komunikasi itu sendiri. Bahasa lisan merupakan bahasa yang diucapkan secara langsung oleh pembicara kepada lawan bicaranya. Bahasa ini umumnya digunakan dalam komunikasi jarak dekat namun tak sedikit pula yang menggunakannya untuk berkomunikasi jarak jauh melalui media perantara seperti telepon. Komunikasi menggunakan bahasa lisan melibatkan aspek-aspek pendukung seperti ekspresi dan intonasi. Sementara itu, bahasa tulisan merupakan bentuk bahasa yang digunakan dalam komunikasi jarak jauh melalui perantara media seperti pesan pendek dan surat elektronik. Berbeda dengan bahasa lisan yang dipengaruhi oleh ekspresi dan intonasi, bahasa tulisan dimaknai melalui pilihan kata kata, tanda baca dan tata bahasa.

Koentjaraningrat, perintis dan peletak dasar antropologi di Indonesia, mengatakan bahwa bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam keterkaitan antar keduanya, bahasa dan budaya memiliki hubungan subordinatif dan koordinatif. Dalam hubungan subordinatif, bahasa diposisikan sebagai aspek yang menjadi bagian dari kebudayaan, sedangkan dalam hubungan koordinatif bahasa dan kebudayaan dikatakan sebagai dua hal yang sederajat dengan kedudukan yang setara. Kedua hubungan ini menunjukkan bahwa bahasa dan kebudayaan adalah dua hal yang berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Jika kebudayaan adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dalam masyarakat maka bahasa adalah sarananya.

Berbicara tentang kebudayaan artinya kita juga berbicara tentang cara berpikir sekelompok masyarakat di suatu tempat tertentu. Hal ini karena bahasa, kebudayaan dan pola pikir merupakan aspek yang saling berhubungan satu sama lain. Pendapat ini didukung oleh hipotesis yang dipopulerkan oleh Benjamin Whorf dan Edward Saphir. Dalam hipotesis Saphir-Whorf dikatakan bahwa perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut. Hipotesis lainnya menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara individu mempersepsikan dan menalar dunia perseptual. Hipotesis ini menguraikan bagaimana bahasa tidak hanya menentukan corak suatu budaya tapi juga mengungkapkan cara dan jalan pikiran manusia. Perbedaan-perbedaan budaya dan jalan pikiran manusia adalah buah dari perbedaan bahasa.

Jack Ma, pendiri Alibaba, paham betul bagaimana kefasihan berbahasa asing mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami cara berpikir dan cara “kerja” budaya lain. Pengalamannya sebagai pembelajar bahasa Inggris yang tekun telah memberikannya kesempatan untuk melebarkan sayap bisnisnya hingga mancanegara. Menurutnya, kemampuan berbahasa tidak sesederhana mengubah bahasa A menjadi bahasa B sehingga dapat dengan mudah dibantu oleh perangkat penerjemah. Dalam pandangannya, selaras dengan hipotesis Saphir-Whorf dan pernyataan Koentjaraningrat, kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa lain (asing) turut mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami dan menghargai budaya lain. Hal ini tentunya dapat menjadi bekal bagi seseorang dalam menjalin komunikasi yang lebih luas dan lintas budaya yang beragam.

Hari ini, kita bisa melihat bahwa bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Korea merupakan contoh bahasa yang banyak dan mudah kita temukan dalam hiburan, baik dalam musik maupun film. Alih-alih hanya menjadikannya sebagai hiburan, akan lebih baik jika kita mempelajari bahasa ini. Alasannya sesederhana agar kita dapat memahami budaya dan cara pikir orang-orang di negara lain. Selain itu, tingkat keterpaparan yang tinggi juga memudahkan kita untuk dapat menyerap bahasa asing tersebut dengan lebih baik. Jadi, mulai hari ini mari berikan semangat pada diri sendiri untuk belajar bahasa lain sehingga kita bisa membuka peluang yang lebih baik bagi kita dalam berkomunikasi dan  berinteraksi dengan orang-orang di belahan dunia lain di luar sana.

Anne Pratiwi

Dosen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *