Bongak

Menggali Folklor Jepang melalui Anime

Tingginya antusiasme masyarakat terutama generasi muda untuk mempelajari bahasa Jepang, memicu perkembangan pendidikan bahasa Jepang di berbagai lingkungan sekolah serta perguruan tinggi. Pendidikan bahasa Jepang tidak hanya melibatkan pengetahuan terkait kebahasaan saja, namun juga diperlukan pembelajaran serta pemahaman terhadap kebudayaan dari bangsa tersebut. Salah satu bentuk kebudayaan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat adalah folklor. Folklor merupakan bentuk dari kebudayaan tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Melalui folklor kita bisa melihat bentuk-bentuk kepercayaan, norma-norma kehidupan, dan pola pikir masyarakat di dalam suatu negara. Bahkan berbagai jenis folklor seperti dongeng, legenda serta kepercayaan rakyat telah menjadi ikon kebudayaan Jepang yang dikenal oleh masyarakat dunia. Folklor merupakan bagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda disetiap daerahnya. Pembelajaran folklor memerlukan media-media tertentu agar pemahaman terkait unsur-unsur kebudayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan yang ada dalam folklor dapat dipahami oleh pelajar bahasa Jepang secara penuh.

Anime merupakan salah satu bentuk media audio visual yang digunakan dalam pembelajaran folklor. Orang yang menyukai anime, biasanya menyukai banyak aspek dalam kebudayaan Jepang, dari yang populer sampai yang tradisional. Selain sebagai hiburan, anime telah menjadi bagian penting dari kehidupan modern karena memiliki banyak cerita yang merujuk pada folklor, mitologi, dan cerita tradisional Jepang. Kehadiran anime sebagai media pembelajaran folklor Jepang menawarkan pendekatan yang menarik dan berbeda untuk mempelajari folklor. Anime menampilkan folklor Jepang dalam konteks yang lebih relevan dengan kehidupan modern. Penggabungan elemen visual, naratif, dan budaya, anime dapat menyampaikan pesan-pesan folklor dengan cara yang menarik dan memikat. Anime juga menunjukkan bahwa pembelajaran folklor tidak harus kaku.

Terdapat berbagai macam Folklor yang diadaptasi dalam cerita berbagai anime, yang pertama adalah Folklor lisan (verbal Folklor). Folklor ini bentuknya memang murni lisan. Salah satu folklor lisan yang populer di masyarakat, khususnya masyarakat Jepang adalah cerita rakyat. Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya dan sejarah yang dimiliki masing masing bangsa. Cerita rakyat dapat memberikan pemahaman tentang kebiasaan, pemikiran, cara hidup, serta kebudayaan masyarakat, khususnya di negara Jepang. Salah satu anime yang mengangkat cerita rakyat Jepang adalah cerita rakyat Jepang yang dikenal masyarakat dunia adalah Anime Kaguya hime no Monogatari yang diproduksi oleh Studio Ghibli. Anime ini diadaptasi dari cerita rakyat Taketori Monogatari (The Old Bamboo Man), yang merupakan salah satu cerita rakyat tertua di Jepang. Cerita rakyat ini mengisahkan tentang seorang anak titisan dewi yang lahir dari pohon bambu. Pengajaran tentang masyarakat Jepang yang tergambar dalam anime ini adalah nilai kehidupan yang sederhana dan bahagia. Munculnya seorang anak dalam pohon bambu bahwa masyarakat jepang sangat menghargai alam. Bagi masyarakat Jepang, alam merupakan sumber keberkahan dan sumber penghidupan bagi masyarakat Jepang.

Bentuk Folklor berikutnya adalah sebagian lisan (partly verbal Folklor), yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Permainan rakyat adalah salah satu folklor sebagian lisan yang digemari oleh masyarakat hingga saat ini. Jepang pun mempunyai berbagai permainan rakyat yang terkenal hingga negara asing, khususnya negara yang masyarakatnya banyak mengikuti pendidikan bahasa Jepang. Contoh permainan rakyat  Jepang  yang populer dan masih digemari hingga saat ini adalah Karuta. Permainan karuta menggunakan kartu-kartu yang berisikan puisi Jepang terkenal. Karuta adalah permainan kartu Jepang yang berumur ratusan tahun (Bull, 1996). Menurut banyak orang Jepang, Karuta adalah kartu yang memiliki kesan permainan anak-anak. Tetapi tulisan yang digunakan di kartu dengan frasa ini banyak yang dalam bentuk 7-5 suku kata yang merupakan ritme yang dikembangkan dalam puisi klasik Jepang. Anime yang menjadikan Karuta sebagai pokok cerita adalah Chuhayafuru. Anime ini menunjukkan berbagai teknik yang digunakan dalam permainan, seperti refleks, konsentrasi, dan kecepatan reaksi. Pembelajaran terkait permainan rakyat yang ditampilkan dalam anime Chuhayafuru dapat dilaksanakan dengan lebih menarik, karena peserta didik dapat secara langsung merasakan keseruan dan suasana dalam bermain Karuta.

Bentuk lainnya yaitu Folklor bukan lisan (non verbal Folklor)  yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong yang material antara lain: arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat. Makanan tradisional Jepang yang populer hingga saat ini adalah Wagashi. Wagashi adalah istilah dalam bahasa Jepang, mengacu pada kue dan permen tradisional Jepang. Warna dan bentuk wagashi terinspirasi oleh alam, ia disajikan untuk merayakan keindahan alam. Pembuatannya yang benar-benar handmade, perhatiannya terhadap detail serta mengandung seni, membuat wagashi menjadi panganan yang spesial. Filosofi wagashi tidak hanya kita dapatkan pada referensi-referensi tertulis, namun sudah bisa pelajari melalui media visual seperti anime. Kehidupan penjual Wagashi yang dikemas dalam cerita sederhana namun bersahaja disajikan dalam anime yang berjudul Deaimon.

Fakhria Nesa

Dosen Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *