Latar menjadi salah satu unsur instrinsik yang penting dalam sebuah karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2005) latar merujuk pada tempat lokasi sebuah peristiwa, kapan terjadinya sebuah persitiwa serta penggambaran lingkungan sosial kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Dalam karya sastra, khususnya sastra anak, kejelasan tentang deskripsi latar merupakan hal yang penting karena menjadi pijakan pembaca dalam mengikuti alur cerita dan mengembangkan imajinasi. Latar terbagi menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat merupakan tempat lokasi terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra. Latar waktu merujuk pada kapan sebuah peristiwa terjadi dalam cerita. Adapun latar sosial-budaya menggambarkan keadaan kehidupan sosial budaya masyarakat dalam sebuah cerita. Ketimbang latar waktu yang sifatnya lebih abstrak, latar tempat lebih ditekankan dalam sebuah cerita karena menggambarkan tempat peristiwa secara konkret, serta dapat diimajinasikan. Latar sosial budaya tetap dibutuhkan dalam sebuah cerita karena di dalamnya menggambarkan kehidupan masyarakat, adat istiadat, konvensi, dan nilai-nilai masyarakat tertentu.
Latar sebagai simbolisme terdapat pada novel anak berjudul Dru dan Kisah Lima Kerajaan (2016) karya Clara Ng. Novel ini mengisahkan tentang Dru, gadis berusia 12 tahun yang berasal dari Desa Patala. Awal cerita Dru digambarkan sebagai anak gadis yang suka melawan orang tuanya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai gadis yang tidak kenal rasa takut, sehingga dijauhi oleh teman-temannya. Suatu hari, Dru memanjat pohon rambutan dan memetik buahnya. Buah rambutan tersebut ia lemparkan ke tanah. Kemudian dilihatnya seorang anak laki-laki mengambil buah rambutan yang sudah dipetiknya. Hal tersebut membuat Dru marah, ia lantas menghajar anak laki-laki itu. Perkelahian antara Dru dan anak laki-laki tersebut dikehtahui oleh ibunya. Sang ibu marah besar dan menghukumnya, Dru tidak boleh pergi ke luar rumah.
Ketika sedang menjalani hukumannya, tiba-tiba selendang yang dikenakan Dru terbang ditiup angin. Dru berusaha menangkap selendangnya, namun ia terjatuh ke sebuah lubang yang membawanya ke Negeri Ajaib. Di sana ia disambut sesosok keong emas yang mengajaknya bicara dan menyuruhnya terus berjalan. Ia terus berjalan sampai tiba di Hutan Topi. Sesuai namanya, ranting-ranting pohon yang terdapat di hutan tersebut ditutupi aneka topi warna-warni. Dru menemukan sebuah pohon bernama Kalpataru yang menjadi tempat tinggal Sang Pandu, raja dari segala raja. Untuk dapat Kembali ke Desa Patala, ia harus pergi ke Desa Cermin dengan melewati Lima Kerjaan yang masing-masing dipimpin oleh anak-anak Sang Pandu. Konon katanya, kelima raja tersebut diasingkan karena telah mengecewakan sang raja. Di masing-masing kerajaan, kelima raja menerima hukuman mereka. Setiap kerjaan yang dikunjungi Dru memiliki makna dan memberinya pelajaran.
Bersikap Sabar dan Pantang Menyerah di Kerajaan Logam
Merupakan kerjaan pertama yang dikunjungi Dru. Kerajaan Logam dipimpin oleh seorang raja bernama Tanti Pala. Wajahnya suka merengut dan air mukanya ketus. Ia dipisahkan dengan saudara kembarnya, Raja Nala, yang memimpin Kerajaan Hening. Tanti Pala tidak terlihat senang melihat kedatangan Dru, “kenapa kamu berada disini?” (hlm. 65). Dru masih tidak mengerti mengapa ia bisa sampai disana. Banyak sekali pertanyaannya yang belum terjawab, kemana larinya hutan? Mengapa Bibi Keong pergi? Ia terus bertanya kepada Tanti Pala, namun Tanti Pala sama bingungnya. Keduanya berdebat sengit, “kenapa wajahmu selalu merengut seperti itu?” tanya Tanti Pala. Sikap Tanti Pala yang acuh merupakan refleksi dari watak Dru yang sumbu pendek dan keras kepala. Namun, untuk pulang ke rumah Dru harus menahan emosinya.
Danau Cermin sebetulnya berada di sebelah Kerajaan Logam namun pintu menuju danau tersebut telah terkunci. Satu-satunya jalan menuju ke Danau Cermin adalah melewati Kota Pencuri, kata Tanti Pala. Ketika mengubah sikapnya menjadi lebih sopan, Tanti Pala memberikan Dru beberapa petunjuk. Ia meneruskan berjalan sampai batas pulau. Batas pulau melambangkan kesabaran. Dengan bersabar akan menemukan kunci untuk membuka pintu. Merengut tidak akan menyelesaikan masalah dan memperkeruh suasana. Segala masalah yang dihadapi dengan hati tenang akan menemukan solusi. Jika sudah menemukan solusi teruslah melangkah dan jangan menyerah.
Milikilah Hati yang Bersih di Kota Pencuri
Tempat kedua adalah Kota Pencuri yang dipimpin oleh Raja Aditsu. Wajahnya murung karena dipisahkan dari permaisurinya yang bernama Putri Yis. Hanya Dru yang dapat membantu Raja Aditsu untuk dapat bertemu lagi dengan permaisurinya! Dru bingung, bagaimana caranya iya dapat membantu sang Raja? Di dekat kerajaan terdapat sebuah kolam ikan yang memantulkan cahaya bulan. Pantulan cahaya memperlihatkan bulan sabit dan bulan purnama, menyimbolkan seorang putri yang sedang mengandung. Raja Aditsu segera melompat ke dalam kolam dan akhirnya dapat bertemua dengan permaisuri dan bayinya.
Tempat itu disebut Kota Pencuri karena konon katanya penduduknya suka mencuri pikiran dan membongkar rahasia satu sama lain. Raja Aditsu bisa mencuri pikirannya namun Dru menemukan cara agar pikirannya tidak dicuri. Dalam hal ini mencuri pikiran berarti membaca pikiran. Agar supaya pikirannya tidak mudah dibaca orang ia harus memiliki hati yang bersih dan jernih. Oleh karena itu, penduduk Kota Pencuri terdiri dari orang-orang berhati bersih dan tidak menyukai sifat sombong dan bermulut besar.
Ketulusan dan Keyakinan diri di Kerajaan Merah
Kerajaan ketiga bernama Kerajaan Merah yang mengingatkannya kepada desanya sendiri, terletak di pinggir pantai dan berbenuk lengkung. Di sana terdapat tebing-tebing yang tinggi dan banyak pohon yang buahnya dipernuhi bulu-bulu warna merah merona. Tempat tersebut dipimpin oleh Raja Wrekodara. Wrekodara adalah nama lain dari Bima dalam kisah Mahabharata. Dalam bahasa Sanskerta artinya hebat, dashyat, dan mengerikan namun berhati lembut. Raja Wrekodara digambarkan besar seperti raksasa. Ia sedang gundah karena putrinya, Putri Mawar, sedang sakit. Berbeda dengan Raja Wrekodara, Putri Mawar hanya berukuran sebesar jempol manusia. Raja meminta bantuan Dru untuk menyembuhkan sang putri. Dru kembali kebingungan. Namun sang raja bersikeras karena menurutnya, Putri Mawar sebelumnya pernah bertemu dengan Dru di mimpinya.
Sang Putri itu terbaring lemah di kelopak mawar. Dru lantas memberikan selimutnya menutupi tubuh Putri Mawar yang mungil. Seketika sang putri beranjak sembuh. Raja sangat bersyukur dan berterima kasih pada Dru. Gadis itu meminta petunjuk jalan menuju Danau Cermin. Raja berkata Dru harus melewati Desa Pahlawan terlebih dahulu. Ia memberikan Dru sebuah balon udara dan menaikinya. Balon tersebut akan membawanya ke Desa Pahlawan dan Dru akan tahu sendiri kapan ia harus melepas balon tersebut. Kisah kerajaan Wrekodara mengajarkan bahwa ketulusan akan membawa pada kebaikan.
Kebaikan Hati di Desa Pahlawan
Balon udara terus membumbung tinggi hingga ia menemukan kawanan kuda berwarna-warni. Seketika ia melepaskan pegangannya dan melompat ke punggung kuda. Tibalah ia di Desa Pahlawan yang dimpin oleh Raja Parmadi. Raja itu yang paling tampan. Rona pipinya marah seperti dihiasi apel. Tatapan matanya hangat bersahabat dan penuh harapan. Cara berbicaranya lembut tapi jernih. Ia tampak sangat baik hati. Walaupuna ia terlihat tampan, Dru yakin raja ini adalah raja yang sangat pemberani dan tegas.
Hukuman yang diterima Raja Parmadi adalah dipisahkan dari kuda-kuda kesayangannya. Walapun begitu, ia tidak terlihat sedih dan optimis kuda-kuda tersebut akan kembali. Sang raja tetap berbaik sangka kepada para penjaga kuda yang mungkin saja lupa menutup gerbang penghubung dengan kerajaan raksasa. Ia tidak menaruh dendam pada penjaganya, tetapi terus mengajarkan nilai-nilai kebaikan sehingga menjadi pemimpin yang disegani bawahannya.
Suka Menolong dan Kesempatan Kedua di Kota Hening
Merupakan kerajaan terakhir yang dipimpin Raja Nala, kembaran Raja Tanti Pala. Berbeda dengan kembarannya, Raja Nala berbentuk manusia setengah harimau. Raja Nala lantas mengetahui kedatangan Dru karena adalah dua sosok dengan satu pikiran. Dru lantas bertanya pada Raja Nala bagaimana jalan ke Danau Cermin. Raja Nala bersedia membantu Dru dengan satu syarat, yaitu menemumkan kunci pintu yang memisahkan Kerajaan Logam dan Kota Hening. Hanya Dru berhati bersihlah yang dapat melakukannya. Dru mengikuti Langkah Raja Nala menuju Danau Cermin.
Ia tiba di Danau Cermin. Disana ia melihat gambaran kedua anak laki-laki yang berkelahi dengannya perkara buah rambutan. Kedua lak-laki tersebut membicarakan Dru, mereka tidak dendam sama sekali pada Dru, malahan mendoakan Dru hal yang baik-baik. Setelah berhasil menemukan kunci, ia kembali ke Hutan Topi dan bertemu dengan Bibi Keong. Sang Pandu menghukum kelima anaknya untuk mengajarkan tentang pengampuan, kasih sayang, dan belas kasih. Kelima raja tersebut terbebas dari hukumannya, dan itu terjadi berkat Dru.
Dru mendapatkan pembelajaran berharga. Ia merasa mendapat kesempatan kedua dan bertekad memperbaiki sikapnya. Dengan demikian, setiap latar tempat yang terdapat dalam novel Dru dan Kisah Lima Kerajaan memiliki simbolisme pengajaran moral dan pembangun nilai-nilai karakter seperti sabar, pantang menyerah, kebaikan hati, suka menolong dan kesempatan kedua. Kisah Dru juga sarat akan lokalitas dengan menggabungkan kisah Pandawa dan latar budaya Indonesia.