Krisis pangan dan kelaparan merupakan masalah serius yang terus mengintai dunia, dan permasalahan ini tidak hanya terkait dengan masalah ketersediaan pangan, tetapi juga dengan tata kelola pangan yang perlu diperbaiki. Saat ini, masih banyak negara yang cenderung mengacu pada prinsip “Ketahanan Pangan,” yang berfokus pada ketersediaan pangan yang mencukupi. Namun, belum sepenuhnya menerapkan konsep “Kedaulatan Pangan,” yang menekankan hak suatu bangsa untuk memproduksi pangan secara mandiri dan menentukan sistem pertanian, peternakan, serta perikanan tanpa ketergantungan pada pasar internasional.
Ancaman krisis pangan semakin jelas dengan adanya lonjakan harga bahan pangan seperti beras, kedelai, dan jagung. Menurut laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2022, kenaikan harga pangan, pupuk, dan energi semakin meningkatkan risiko krisis pangan. Faktor iklim juga memainkan peran penting dalam penurunan ekspor produk pangan dari negara produsen, yang dapat mempengaruhi pasokan pangan di berbagai negara.
Menurut FAO, pada tahun 2050, dunia berpotensi menghadapi bencana kelaparan akibat perubahan iklim yang dapat disebabkan oleh penurunan hasil panen dan kegagalan panen. FAO memprediksi bahwa lebih dari 500 juta petani skala kecil, yang memproduksi 80 persen dari stok pangan dunia, adalah kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Dampak ini dapat memengaruhi negara-negara di seluruh dunia, tanpa memandang seberapa besar atau maju negara tersebut.
Perubahan iklim telah menyebabkan berbagai dampak di seluruh dunia, termasuk cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan permukaan air laut, krisis air, dan banyak lagi. Untuk menghadapi tantangan ini, tindakan konkret dari seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia sangat diperlukan untuk memperlambat laju perubahan iklim.
Di Indonesia, tren peningkatan suhu rata-rata tahunan telah mencapai 0,15 derajat Celsius per dekade, yang menunjukkan peningkatan suhu permukaan secara signifikan dan merata di seluruh negeri. Perubahan iklim juga telah menyebabkan pergeseran pola musim dan suhu udara, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi, seperti kekeringan yang dipicu oleh El Nino.
Perilaku manusia, termasuk kebakaran hutan dan lahan, juga memperburuk situasi ini dan berpotensi meningkatkan emisi karbon dan partikulat ke udara. Untuk menghadapi ancaman krisis pangan di pertengahan abad ini, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus diprioritaskan secara serius dan konkret. Ancaman ini harus dihadapi bersama dengan langkah-langkah yang akan mengurangi risiko krisis tersebut agar prediksi FAO tidak menjadi kenyataan yang tragis.
Namun, masalah kelaparan tidak hanya menjadi ancaman global, tetapi juga menjadi masalah serius di tingkat nasional. Menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia masih memiliki tingkat kelaparan yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Hasil survei pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 5,9 persen dari total populasi Indonesia, atau sekitar 16,2 juta orang, mengalami kelaparan. Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di antara negara-negara ASEAN, setelah Timor Leste.
Sistem pangan yang belum optimal telah menghasilkan berbagai dampak negatif, termasuk konflik agraria, kemiskinan, masalah stunting, obesitas, perubahan iklim, dan kerusakan alam. Untuk mengatasi tantangan krisis pangan, perlu ada perubahan mendasar dalam tata kelola pangan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan meningkatkan kesadaran akan permasalahan ini dan mempromosikan konsep Kedaulatan Pangan, diharapkan dapat mengurangi angka kelaparan dan mendekati sasaran program zero hunger pada tahun-tahun mendatang.
Penting untuk diberikan perhatian yang lebih serius terhadap masalah krisis pangan dan kelaparan, serta untuk mengambil tindakan konkret dalam memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang cukup terhadap pangan yang berkualitas. Upaya ini harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, petani, dan masyarakat sipil. Dengan perubahan tata kelola pangan dan kesadaran yang meningkat, kita dapat bekerja bersama untuk mengatasi krisis pangan dan menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan sejahtera bagi semua orang.