Sesudah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA/SMK, semua siswa biasanya akan dihadapkan pada pilihan, apakah akan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah atau tidak? Bagi siswa yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi (PT), mungkin akan langsung dihadapkan dengan kenyataan untuk melamar kerja ke perusahaan, melanjutkan usaha keluarga, atau bahkan membuka usaha sendiri. Namun, bagi mereka yang memilih melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah akan dihadapkan pada kenyataan untuk mengikuti berbagai tes ujian agar dapat diterima di PT yang mereka inginkan.
Sesudah menyelesaikan kuliah, baik tingkat diploma maupun sarjana, mereka juga akan dihadapkan dengan kenyataan melamar kerja. Akan tetapi, peluang mendapatkan pekerjaan bagi mereka yang telah lulus kuliah, idealnya akan lebih besar daripada peluang bagi mereka yang tidak kuliah. Tapi yang menjadi pertanyaan besarnya, apakah bayangan ideal ini sesuai dengan kenyataan? Jawabannya, bisa jadi tidak.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatat pada 2022, tingkat pengangguran lulusan sarjana di Indonesia menurun sebanyak 4,80% dari 8,42 juta orang. Di tahun berikutnya, 2023, tingkat pengangguran lulusan sarjana tercatat sebanyak 5,45%, terhitung per Februari. Sementara untuk lulusan diploma, tingkat penganggurannya sebanyak 4,59% dari 9,1 juta orang.
Dari data ini dapat digambarkan bahwa kurang lebih sebanyak 417.690 orang lulusan sarjana dan diploma belum memiliki pekerjaan dan sedang dalam masa mencari pekerjaan atau akan memulai membuat usaha baru. Data ini terhitung sampai dengan Februari 2023. Angka ini menunjukkan jumlah pengangguran lulusan sarjana dan diploma yang cukup fantastis. Berikut dibawah ini diuraikan beberapa wawancara singkat yang penulis lakukan dengan beberapa orang lulusan diploma dan sarjana.
Bersaing di Dunia Kerja
Saya wisuda pada bulan November tahun 2021, selama dua tahun lebih udah apply lamaran sana sini tapi masih belum ada panggilan dari perusahaan yang saya lamar, padahal IPK saya lumayan tinggi dan saya juga dari program studi favorit, kampus favorit, dan dengan peringkat akreditasi unggul.
DR (22), Lulusan PTN-BH
Informan di atas merupakan alumni dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri – Berbadan Hukum (PTN-BH) dengan peringkat akreditasi Universitas serta program studi Unggul. DR (22) lulus dengan IPK yang bisa dibilang tinggi. Dengan IPK ini, idealnya ia akan lebih mudah mendapatkan panggilan kerja. Namun faktanya, sampai Oktober 2023, ia masih belum menerima umpan balik dari lamaran-lamaran yang sudah diajukan ke berbagai perusahaan.
Informan berikutnya adalah alumni lulusan dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS), ST (23) dan SH (24).
Bulan Februari tahun 2020 (wisuda). Kalau ditanya kenapa sampai sekarang masih belum memiliki pekerjaan, yaa … Karena tingkat persaingan di dunia kerja itu berat. Kalau menerima panggilan dari perusahaan yang saya lamar itu udah cukup sering tapi gugur saat tes TPA maupun wawancara, apalagi kalau saingannya udah dengan orang dalem, itu udah fix sih saya gak akan lanjut ke tahap tes selanjutnya.
ST (23), Lulusan PTS
Udah lama saya nganggur, ini udah mau masuk tahun ke-4. Pada tahun pertama lulus dulu, saya engga langsung apply lamaran, saya ikut kelas brevet beberapa bulan untuk menunjang keahlian saya. Kemudian 3 tahun belakangan saya udah mulai banyak apply lamaran tapi sampai sekarang masih belum ada yang nyangkut. Alasannya banyak hal yaa … Salah satu yang saya ingat itu pernah udah ditahap akhir tes dan nilai saya tinggi tapi pada saat hasil kelulusan diumumkan saya malah engga lulus, yang lulus itu pelamar lain yang nilainya di bawah saya. Saya ga tau apa yang menjadi dasar perusahaan tersebut untuk memilih pelamar yang jelas-jelas nilainya itu di bawah saya.
SH (24), Lulusan PTS
Berdasarkan informasi dari informan di atas, salah satu penyebab tingkat pengangguran pada lulusan sarjana dan diploma masih tinggi itu karena adanya tingkat persaingan yang tidak sehat di dunia kerja. Perusahaan pada umumnya condong akan menerima karyawan yang memiliki hubungan kekeluargaan atau yang merupakan kenalan atau kerabat mereka. Hal ini tentunya akan mempersempit peluang bagi para pencari kerja yang sama sekali tidak memiliki koneksi di perusahaan tempat mereka melamar pekerjaan.
Akan tetapi tidak semua perusahaan merekrut karyawan hanya karena latar belakang orang dalam. Masih banyak perusahaan yang melakukan rekrutmen secara jujur, berintegritas, dan profesional, dengan menilai kemampuan para calon pekerja yang meliputi latar belakang pendidikan, IPK, pengalaman, yang sesuai kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Jika rekrutmen karyawan dilakukan dengan menjunjung tinggi etika yang bebas dari nepotisme, maka hal ini akan memberikan keuntungan tidak hany bagi para pencari kerja, tetapi juga bagi perusahaan yang akan mendapatkan pekerja-pekerja ahli yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini tentunya akan menaikkan nilai dari perusahaan itu sendiri.