Aristoteles tidak hanya dikenal sebagai ahli logika, tetapi juga seorang ahli drama. Ia menulis satu karya tentang teori drama, yaitu Poetika. Karya ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas drama tragedi dan bagian kedua menjelaskan teori drama komedi. Namun, bagian yang sampai kepada kita hari ini hanya bagian pertama saja, sedangkan bagian komedi, hilang.
Hilangnya karya komedi Aristoteles ini digambarkan secara dramatis oleh Umberto Eco dalam novelnya the Name of the Rose pada abad pertengahan. Mungkin kekuasaaan gereja pada saat itu tidak menyukai drama komedi.
Dalam tragedi, Aristoteles mengatakan bahwa ada enam hal yang harus dipersiapkan untuk sebuah karya drama tragedi yang epik, yaitu alur cerita, karakter, diksi, pemikiran, pemandangan, dan melodi. Enam hal ini sangat penting dalam setiap pentas drama tragedi (Kenny, 2019; Russell, 2005).
Melodi yang dinyanyikan oleh kor di dalam drama Yunani dan penataan panggung oleh sutradara hanyalah aksesori yang menyenangkan, kata Aristoteles. Yang benar-benar monumental dalam drama tragedi adalah ketika dapat mendengarkan pembacaan teks yang sederhana dan sama halnya ketika menonton pertunjukannya di atas panggung.
Pemikiran dan diksi lebih penting. Pemikiran harus diungkapkan oleh karakter yang membangkitkan emosi pendengar. Karakter harus diperankan secara meyakinkan oleh para aktor. Tetapi karakter dan alur cerita yang benar-benar menggambarkan kejeniusan seorang penyair tragedi.
Karakter utama yang diperankan oleh pahlawan tragis tidak boleh terlalu baik atau sangat jahat. Ia seharusnya seseorang yang memiliki kedudukan yang baik, tetapi mengalami kecelakaan karena suatu kesalahan besar. Ibarat politisi besar yang dihormati, tetapi kemudian terlibat skandal korupsi dan pelecehan seksual.
Setiap tokoh drama tragedi seharusnya memiliki beberapa ciri-ciri yang baik dan seharusnya bersikap dan berperilaku secara konsisten. Apa yang mereka lakukan harus sesuai dengan karakter mereka dan apa yang terjadi pada mereka harus menjadi hasil yang diharapkan dari sebuah drama tragedi.
Menurut Aristoteles, yang paling penting dari enam elemen ini adalah alur cerita. Karakter diperkenalkan demi sebuah alur cerita dan bukan sebaliknya. Alur cerita terdiri atas bagian awal, tengah, dan akhir yang jelas. Alur harus cukup singkat dan sederhana agar penonton dapat mengingat semua detailnya.
Drama tragedi harus memiliki kesatuan. Tidak cukup hanya mengaitkan serangkaian episode yang hanya terhubung oleh seorang pahlawan yang sama. Sebaliknya, harus ada satu tindakan yang signifikan yang menjadi pusat seluruh alur cerita.
Cerita tentu saja akan menjadi semakin rumit hingga mencapai titik balik dalam cerita yang disebut oleh Aristoteles sebagai peripeteia. Ini seolah plot twist dari drama tragedi. Kondisi ketika pahlawan yang tampaknya beruntung terjatuh ke dalam malapetaka yang tragis melalui pembongkaran skandal (anagnorisis).
Pembongkaran skandal adalah penemuan beberapa informasi penting, namun sebelumnya tidak diketahui, dan lalu diikuti oleh dénouement (konklusi), di mana komplikasi masalah yang sebelumnya diperkenalkan secara perlahan-lahan, diungkapkan.
Aristoteles mengatakan bahwa drama tragedi harus membangkitkan rasa kasihan dan ketakutan. Itulah inti dari tragedi. Hal itu paling mungkin terjadi jika cerita menunjukkan manusia sebagai korban kebencian dan pembunuhan di tempat di mana mereka seharusnya paling diharapkan untuk dicintai dan dijaga.
Teori drama tragedi Aristoteles didasarkan pada pengamatannya terhadap drama-drama Yunani. Salah satu yang sering dikutip adalah tragedi Sophocles tentang Raja Oidipus. Oidipus di awal cerita menikmati reputasi dan kemakmuran. Tetapi dia memiliki cacat yang fatal yaitu sifat impulsif yang telah membuatnya membunuh seseorang dan juga menikahi seorang perempuan tanpa mengetahui latar belakangnya. Tragisnya adalah pria yang ia bunuh adalah ayahnya dan wanita yang dinikahinya adalah ibunya. Hal ini kemudian menyebabkan perubahan nasib baginya. Ia diusir dari kerajaannya dan menderita rasa malu dan penyesalan.
Tujuan drama tragedi adalah membangkitkan rasa kasihan dan ketakutan manusia. Drama tragedi juga dapat menjadi obat penawar yang dapat membersihkan emosi manusia. Menonton drama tragedi dapat membantu manusia untuk meletakkan kesedihan dan kekhawatiran dalam proporsi yang benar. Drama tragedi sesungguhnya juga mengajarkan tragisnya malapetaka politik dan kemungkinan konspirasi tingkat tinggi yang sulit dipecahkan di balik setiap tragedi.
Alhasil, drama tragedi adalah drama yang menampilkan sisi lain dari kehidupan manusia. Drama tragedi membantu melihat kemungkinan adanya skandal dan konspirasi yang sangat epik dalam kehidupan nyata. Drama tragedi juga dapat menjadi pelajaran besar bagi siapa pun untuk hati-hati dalam melangkah dan mengarungi hidup.