Konsep budaya dan ideologi sangat penting dalam Kajian Budaya (cultural studies) untuk menunjukkan adanya agensi manusia dalam kebudayaan sehari-hari yang dipraktikkan dan digemari oleh banyak kalangan. Dengan kata lain, budaya dalam kajian budaya lebih dimengerti sebagai budaya populer yang bersifat subjektif, politis, dan ideologis (Storey, 2009). Dan tentunya, pengertian ini berbeda dari pemahaman sebagaimana dalam antropologi dan ilmu politik. Budaya dan ideologi dalam Kajian Budaya lebih identik dengan praktik kebudayaan populer, misalnya K-Pop, komik, anime, musik, film, fashion dst.
Tiga Makna Budaya
Raymond Williams (1983) menyebut budaya sebagai salah satu kata yang kompleks dalam kesusastraan Inggris. Williams mengusulkan tiga definisi yang luas. Pertama, budaya dapat digunakan untuk merujuk pada proses umum perkembangan intelektual, spiritual, dan estetika. Sebagai contoh, kita dapat berbicara tentang perkembangan budaya Eropa Barat dan hanya merujuk pada faktor intelektual, spiritual, dan estetika, misalnya filsuf besar, seniman besar, dan penyair besar.
Penggunaan kata budaya yang kedua mungkin mengusulkan cara hidup tertentu, baik dari suatu kelompok atau suatu periode. Jika kita berbicara tentang perkembangan budaya Eropa Barat, kita akan memikirkan tidak hanya faktor intelektual dan estetika, tetapi juga perkembangan literasi, liburan, olahraga, festival agama.
Makna ketiga, budaya merujuk pada karya-karya dan praktik-praktik dari aktivitas intelektual, khususnya seni. Dengan kata lain, budaya di sini berarti teks dan praktik yang fungsi utamanya adalah untuk menyimbolkan, menghasilkan, atau menjadi kesempatan untuk memproduksi makna.
Budaya dalam definisi ketiga ini bersinonim dengan apa yang disebut oleh strukturalis dan pascamodernis sebagai praktik simbolik, misalnya puisi, novel, balet, opera, dan seni rupa dst.
Budaya populer biasanya menggunakan makna kedua dan ketiga dari kata budaya tadi. Makna kedua budaya sebagai cara hidup tertentu yang dipraktikkan akan memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-praktik budaya seperti liburan di pantai, perayaan Natal, dan subkultur anak muda.
Sedangkan, makna ketiga budaya sebagai praktik simbolik akan memungkinkan kita untuk berbicara tentang sinetron, musik pop, dan komik sebagai contoh budaya. Ini biasanya disebut sebagai teks. Menurut John Storey (2009) hanya sedikit orang yang membayangkan definisi pertama Williams ketika berpikir tentang budaya populer.
Lima Makna Ideologi
Makna idelogi dalam kaitannya dengan studi budaya populer dapat dilihat dalam lima pengertian. Pertama, ideologi dapat merujuk pada tubuh ide yang sistematis yang dinyatakan oleh kelompok orang tertentu. Jika merujuk kepada ideologi partai buruh, misalnya, maka ideologi di sini berarti kumpulan gagasan politik, ekonomi, dan sosial yang membentuk aspirasi dan aktivitas partai tersebut.
Definisi kedua mengindikasikan adanya penyamaran, distorsi, atau penyembunyian tertentu. Ideologi digunakan di sini untuk menunjukkan bagaimana beberapa teks dan praktik menyajikan gambaran yang terdistorsi dari realitas dan menghasilkan kesadaran palsu. Distorsi seperti ini dinyatakan bekerja demi kepentingan yang berkuasa melawan kepentingan yang tak berdaya.
Dengan menggunakan definisi ini, kita bisa berbicara tentang ideologi kapitalis. Yang akan diindikasikan oleh penggunaan ini adalah cara di mana ideologi menyembunyikan realitas dominasi dan eksploitatif dari mereka yang berkuasa. Kelas dominan tidak melihat diri mereka sendiri sebagai penindas. Dan mungkin yang lebih penting adalah cara di mana ideologi menyembunyikan realitas subordinasi dari mereka yang tidak berdaya. Kelas-kelas yang tunduk tidak melihat diri mereka sendiri sebagai tertindas atau dieksploitasi.
Definisi ini berasal dari beberapa asumsi tentang keadaan produksi teks dan praktik kebudayaan populer sebagai refleksi atau ekspresi suprastruktur dari hubungan kekuasaan dalam basis ekonomi masyarakat yang eksploitatif. Dengan kata lain, dalam masyarakat kapitalis yang eksploitatif, proses kehidupan sosial, politik dan intelektual digunakan sebagai alat mendistorsi realitas dan menyembunyikan ekploitasi serta mengalienasi manusia.
Karl Marx (1976) berkata bahwa cara masyarakat mengorganisir sarana produksi ekonominya akan memiliki efek penentu terhadap jenis budaya yang dihasilkan atau mungkin wujudkan masyarakat.
Produk budaya dari hubungan basis dan suprastruktur ini dianggap bersifat ideologis jika mendukung kepentingan kelompok dominan yang secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya, mendapatkan manfaat dari organisasi ekonomi khusus ini dalam masyarakat.
Definisi ketiga tentang ideologi merujuk pada bentuk-bentuk ideologis. Penggunaan ini dimaksudkan untuk menarik perhatian pada cara teks misalnya fiksi, televisi, lagu pop, novel, film, dll, selalu menyajikan gambaran tertentu tentang dunia. Definisi ini bergantung pada gagasan masyarakat yang didasarkan pada konflik daripada konsensual, yang dibangun di sekitar ketidaksetaraan, eksploitasi, dan penindasan. Teks tidak netral dalam konflik yang ada. Semua teks pada akhirnya bersifat politis. Artinya, mereka menawarkan makna ideologis yang saling berkompetisi tentang bagaimana dunia yang seharusnya.
Budaya populer menurut Stuart Hall (2009), merupakan tempat di mana pemahaman sosial kolektif diciptakan. Medan di mana politik penandaan dimainkan dalam upaya untuk membujuk orang untuk melihat dunia dengan cara tertentu.
Definisi keempat tentang ideologi adalah yang terkait dengan pemikiran Roland Barthes yang mengatakan bahwa ideologi beroperasi terutama pada tingkat konotasi atau makna sekunder yang sering kali tak sadar dibawa oleh teks dan praktik budaya, yang oleh Barthes disebut mitos.
Definisi kelima adalah definisi ideologi yang dikembangkan oleh filsuf Marxis Prancis, Louis Althusser, yang melihat ideologi bukan hanya sebagai kumpulan gagasan, tetapi sebagai praktik material. Yang dimaksudnya dengan ini adalah bahwa ideologi ditemui dalam praktik-praktik kehidupan sehari-hari dan tidak hanya dalam beberapa gagasan tentang kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya, yang ada dalam pikiran Althusser adalah cara beberapa ritual dan adat memiliki efek mengikat kita pada tatanan sosial. Tatanan sosial yang ditandai oleh ketidaksetaraan besar dalam kekayaan, status, dan kekuasaan. Dengan kata lain, ideologi bekerja untuk memperbanyak kondisi dan hubungan sosial yang diperlukan bagi kondisi ekonomi dan hubungan ekonomi kapitalisme untuk terus berlanjut.
Alhasil, makna budaya dan ideologi sangat variatif dalam Kajian Budaya. Makan budaya dan ideologi ini sangat berguna untuk menunjang analisis kebudayaan sehari-hari yang dipraktikkan dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat.