BongakSele - Sele

Kaliandra, Potensi Panen Energi dari Sampah dan Pakan Ternak

Masalah energi masih menjadi salah satu masalah yang paling pelik dari sekian banyak masalah bangsa kita. Masalah ini kadang dapat menjadi begitu kompleks karena beririsan dengan berbagai macam masalah lain, seperti keterpencilan kawasan, daya beli masyarakat yang rendah, hingga kurangnya kepedulian pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan energi. Isu yang hangat sekarang adalah bagaimana kita dapat memberikan solusi penyediaan sumber energi yang berasal dari sumber-sumber energi baru dan terbarukan. Kita ambil contoh, biomassa. Biomassa sebenarnya memiliki potensi yang belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena masalah pengelolaan dan teknologi yang belum diterapkan secara maksimal. Akibatnya, setiap proyek pengembangan energi alternatif hanya menjadi sekadar wacana. Kalau toh ada yang terealisasi, keberlanjutannya pun akan mangkrak. Serupa kata peribahasa, hangat-hangat tahi ayam. Meski demikian, tetap tidak ada kata terlambat untuk selalu mencoba, dan tidak ada kata menyerah untuk memajukan bangsa kita.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas, kita coba analisis suatu potensi untuk mengembangkan sebuah kawasan mandiri energi. Katakanlah, kawasan ini adalah sebuah desa dengan populasi sekitar 20.000 orang, atau sekitar 5.000 keluarga (KK). Kawasan mandiri energi ini nantinya akan memanfaatkan sumber daya energi terbarukan berbasis biomassa. Biomassa yang akan digunakan adalah sampah dan tanaman kaliandra (Calliandra). Mengapa menggunakan sampah dan kaliandra? Sederhananya, masyarakat selalu menghasilkan sampah, baik secara sadar maupun tidak sadar, dan dengan demikian potensi sampah sebagai sumber energi alternatif tentu sangat besar. Sementara kaliandra sudah biasa dimanfaatkan secara massal, misalnya digunakan sebagai tanaman pakan ternak. Selain itu, kaliandra juga memiliki nilai kalor yang cukup sebagai generator energi.

Kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) adalah jenis yang banyak dijumpai di Indonesia, selain Calliandra tetragona yang memiliki bunga warna putih. (Foto: Forest & Kim Starr)

Kembali pada konsep kawasan mandiri energi. Kita asumsikan kebutuhan energi dari 20.000 orang dalam 5000 KK tersebut di atas adalah 1.100 watt per KK. Jika asumsi 1 KK adalah 1 rumah dan membutuhkan daya minimal sebesar 1.100 watt, maka kebutuhan atau permintaan energi dari rumah tersebut adalah 5.500.000 watt, atau setara dengan 5,5 mega watt.

Asumsi produksi sampah per hari, katakanlah 1 kg per orang. Maka potensi sampah di kawasan tersebut adalah 20.000 kg per hari, atau setara dengan 20 ton sampah per hari. Katakanlah sampah yang dapat terkumpul hanya 60% dari total sampah yang diproduksi, maka akan ada ketersediaan sampah sebesar 12 ton sampah per hari. Total 12 ton sampah tadi kemudian dipilah, mana yang dapat didaur-ulang, seperti sampah plastik, kertas, logam, kaca dan sebagainya, dan mana yang tidak. Hasilnya tersisa sekitar 51% sampah, atau setara dengan 6,12 ton sampah per hari (dengan HHV sebesar 3,76 MJ per kilogram dan LHV sebesar 2,49 MJ per kilogram). Nilai ini berdasarkan pada sumber dari eke.gr yang telah menganalisis potensi dari Waste Heating Value dari setiap komponen sampah yang berpotensi menghasilkan energi, sekallipun angka-angka tersebut terkesan sangat optimistik.

Mari kita coba kalkulasikan. Jika 1 kWh setara dengan 3,6 MJ, maka konversi energi listrik dengan efisiensi 0,35 adalah 0,242 kWh, maka 12 ton sampah akan menghasilkan 2905 kWh. Berarti, ada potensi 2,9 MWh dari 12 ton sampah, padahal kebutuhan listrik yang diperhitungkan adalah sebesar 5,5 MWh, sehingga kita masih memiliki kekurangan sebesar 2,595 MWh (dibulatkan menjadi 3 MWh). Nah, di sinilah kita memanfaatkan kaliandra sebagai sumber energi cadangan.

Apa saja keunggulan kaliandra sebagai sumber energi alternatif? Pertama, kaliandra memiliki nilai kalor sebesar 4.700 kkal per kilogram, dan arangnya dapat menghasilkan energi hingga 7.200 kkal per kilogram. Energi tersebut hampir menyamai batubara yang memiliki nilai kalor berkisar antara 3.700 hingga 5.000 kkal per kilogram. Kedua, kaliandra merah yang biasa menjadi primadona untuk ditanam sangat menarik bagi lebah, sehingga mempermudah proses penyerbukan. Dengan demikian perkembangannya akan semakin cepat. Ketiga, akar kaliandra merah yang mengandung banyak nitrogen dapat menggemburkan tanah. Keempat, daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Kelima, kaliandra merah dapat menjadi tanaman konservasi. Keenam, kaliandra merah tidak mudah terbakar karena daunnya yang jatuh ke tanah dapat langsung menyatu dengan tanah dan menjadi pupuk

Sekarang, bagaimana dengan nilai kalornya? Penelitian tentang kaliandra menunjukkan, bahwa kaliandra memiliki variasi nilai kalor (HHV) yang berbeda-beda. Kayu kaliandra memiliki nilai kalori sebesar 4.607 kkal per kilogram, sedangkan arangnya dapat menghasilkan 7.516 kkal per kilogram. Jika 1 kkal setara dengan 4,2 KJ, maka 1 kilogram kayu kaliandra memiliki nilai energi sebesar 19,5 MJ. Produktivitas kaliandra selama ini dapat menghasilkan kaliandra basah sebesar 16-30 ton/ha/tahun. Kita asumsikan sebesar 20 ton/ha/tahun dengan HHV 19,35 MJ kkal per kilogram, kelembaban 50%, dengan kandungan C=48, H=5, O=43, dan abu=4, pada tingkat efektifitas produksi sebesar 35%. Dari potensi tersebut akan diperoleh LHV sebesar 7,53 MJ per kilogram. Jika 1 kWh setara dengan 3,6 MJ, maka potensi yang diperoleh dari 20 ton kaliandra per ha per tahun adalah setara dengan 2,09 kWh. Pada tingkat produktifitas produksi 35%, maka akan menghasilkan energi sebesar 0,733 kWh per kilogram. jika 1 tahun dihitung sebagai 350 hari dengan asumsi 15 hari untuk perawatan, maka kebutuhan sisa energi 3 MWh dapat kita analisa sebagai berikut:

Power plan 3 MWh3.000 KWh
Kaliandra per jam3.000 KWh/ 0,733 KWh/Kg=2.199 kg.jam, setara dengan 2,2 ton per jam
Kaliandra per hari2,2 ton per jam x 24 jam=52,8 ton per hari
Kaliandra per tahun52,8 ton per hari x 350 hari=18.480 ton per tahun
Kebutuhan lahan  18.480 ton per tahun : 20 ton/tahun/ha=924 ha

Jadi untuk mendapatkan energi 3 MW diperlukan luas lahan penanaman kaliandra basah seluas 924 Ha. Dengan demikian, pemenuhan kawasan mandiri energi sebesar 5,5 MWh untuk 5.000 KK dapat diperoleh dari biomassa 6,12 ton sampah dan 2,2 ton kaliandra per hari. Jika program-program semacam ini terus dikembangkan di berbagai pelosok tanah air, maka di masa yang akan datang, pemerataan eletrifikasi nasional akan menjadi semakin baik.

Ahmad Bukhari Saragih

Pencipta Konten, Pewarta weread.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *