Lini masa media sosial kini sedang ramai dengan celetukan bercyandya. Kita dapat menemuinya di platform media sosial apa pun, baik itu TikTok, Instagram, YouTube, Facebook, maupun Twitter. Bahkan sampai saat ini banyak para pencipta konten hingga para pesohor yang ikut menirukan kata-kata tersebut. Selain menirukan, mereka juga menjadikan celetukan bercayandya sebagai bagian dalam video-video konten mereka.
Kemunculan celetukan bercyandya sebenarnya terjadi secara tiba-tiba. Hal tersebut terjadi ketika seorang mahasiswa bernama Danang yang sedang membuat konten dengan mewawancarai dua orang mahasiswa baru yang berhasil masuk Universitas Gadjah Mada (UGM). Salah satu mahasiswa yang diketahui bernama Abigail Manurung kemudian menjawab pertanyaan Danang secara spontan: “Jadi, masuk UGM gampang atau susah?” tanya Danang. “Nggak tahu, kita jalur hoki,” kata teman Abigail. “Jalur hoki betul, karena emang pinter aja,” celetuk Abigail. “Bercyandya, bercyandya” jawabnya lagi.

Percakapan ini ternyata mencuri perhatian warganet. Saat menjawab pertanyaan tersebut, ekspresi wajah dan nada bicara Abigail sambil memelesetkan kata bercanda menjadi bercyandya pun viral di TikTok. Abigail juga menggerak-gerakkan tangannya saat menjawab dengan raut wajah yang ekspresif. Hingga saat tulisan ini dibuat, video tersebut telah ditayangkan lebih dari 42,5 juta kali.
Dalam waktu sekejap, Abigail menjadi viral dan terkenal. Pengikut akun Instagramnya pun meningkat tajam. Maka, tak heran banyak undangan dari para pesohor maupun saluran episode siniar yang ingin mengenal lebih jauh dirinya. Tentu hal ini bukan tanpa alasan, sebab dengan celetukan bercyandya Abigail sukses menghentakan jagat media sosial di Indonesia.
Feneomena tersebut sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi di jagat maya media sosial. Sebelumnya kita mengenal Alif Cepmek, pemuda kurus yang bergaya seperti Dilan. Ia adalah seorang pencipta konten Tiktok, yang bahkan dijuluki sebagai Dilan KW, karena Alif suka menirukan suara Dilan. Namun bukan itu yang membuatnya viral, melainkan celetukan Alif yang fenemonal, “kamu nanyaa, kamu bertanya-tanyaa”.
Selain itu ada juga Jeje, salah satu pentolan Citayam Fashion Week (CFW). Bersama Bonge, Roy, dan Kurma, Jeje menjelma bak selebritas. Popularitas mereka muncul saat momen CFW. Dalam sekejap mereka pun merasakan popularitas semu tersebut. Mereka ingin menegasikan bahwa kelas menengah ke bawah yang hidup di jalanan dan nongkrong di perempatan juga masih punya ruang untuk berekspresi. Sayang, keviralan tersebut tidak berlangsung lama. Pada momen itu juga lah, Jeje memperkenalkan celetukannya, Slebeww, yang kemudian melekat hingga saat ini.
Ketiga sosok di atas begitu mudah mendapatkan popularitas dengan segala bentuk celetukannya yang nyleneh. Meski nyleneh tetapi dapat diterima masyarakat, khususnya di kalangan anak muda.
Verbal Popularitas dan Fenomena Viral dalam Teori Interaksionisme Simbolik
Istilah viral berawal dari bagimana virus dapat menyebarkan dirinya sendri. Sehingga fenomena viral merupakan objek atau pola berupa penggandaan diri yang mengubah objek lain menjadi salinan dirinya, ketika suatu objek terpapar dengan objek lainnya. Kata kunci dari fenomena ini adalah tersebar dengan cepat dan menjangkiti populasi manusia. Namun pertanyaannya, mengapa manusia cenderung mengikuti apa yang menjadi tren di lingkungannya?
Meskipun tidak ada rumus pasti yang bisa menjawab mengapa sesuatu menjadi viral dan faktor apa yang melatarbelakanginya, namun dalam memahami fenomena semacam ini, secara ilmiah dapat dikaji dengan teori interaksionisme simbolik.
Teori interaksionisme simbolik diperkenalkan oleh sarjana Barat dalam disiplin ilmu sosial. Secara khusus diperkenalkan oleh George Herbert Mead (1863–1931), sekitar tahun 1939. Teori ini lahir dari tradisi konstruktivis. Mead adalah Professor Filsafat di Universitas Chicago. Teori ini diawali oleh kekaguman Mead atas kemampuan manusia dalam menggunakan simbol. Dua asumsi dalam teori ini adalah: pertama, orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu. Kedua, pikiran, konsep diri, dan lingkungan tempat kita tinggal diciptakan melalui komunikasi interaksi simbolik.

Interaksi simbolik bukan hanya verbal atau berbicara. Isitlah ini mengacu pada bahasa dan gerak tubuh yang digunakan seseorang untuk mengantisipasi cara orang lain merespons. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain.
Pokok pikiran Mead dalam teori interaksi simbolik adalah memaknai bagaimana perilaku manusia dapat dilihat dalam tiga konsep kritis, yaitu, Pertama, pikiran. Menurut Mead, manusia memerlukan stimulasi sosial dan paparan sistem simbol abstrak untuk memulai proses pemikiran konseptual. Dalam pengertian bahwa pikiran seseorang akan muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial tersebut. Sehingga proses komunikasi seseorang dengan dirinya sendiri tidak ditemukan dalam diri individu, namun pikiran adalah fenomena sosial mendahului pikiran.
Karakteristik utama dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respons saja, tetapi juga respons komunitas secara keseluruhan. Melakukan sesuatu berarti memberi respon tertentu, dan bila seseorang mempunyai respons itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis yang lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead, melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir.
Kedua, konsep diri. Konsep pemikiran Mead tentang pikiran juga melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Ia menyebutkan konsep diri sebagai bercermin dengan kacamata. Konsep diri individu dihasilkan dari asimilasi penilaian orang lain yang signifikan. Intraksionisme simbolik yakin bahwa diri adalah fungsi bahasa. Tanpa bicara tidak akan ada konsep diri. Kedirian dalam konsep Mead ini adalah bagimana melihat diri seseorang dalam aktivitas hubungan sosial. Diri diartikan sebagai kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek dari sosial. Diri juga merupakan kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Di mana diri dibentuk dengan mensyaratkan proses sosial, yakni komunikasi dan interaksi antar manusia.
Ketiga, masyarakat. Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Pada tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk aku (Me). Menurut pengertian individual ini masyarakat memengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka sendiri.
Fenomena verbal popularitas menunjukkan bahwa teori intraksionisme simbolik bekerja dalam melihat dan menerjemahkan fenomena tersebut. Pikiran, konsep diri, dan masyarakat, menjadi terlihat begitu nyata dalam mengejawantahkan fenomena sosial yang terus berkembang sesuai dengan kondisi yang ada hari ini.