Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 memungkinkan penggunaan fasilitas pendidikan sebagai tempat kampanye untuk peserta pemilu dengan izin dari penanggung jawab, tanpa harus menggunakan atribut kampanye. Ini telah memancing perdebatan di kalangan masyarakat karena sebelumnya, institusi pendidikan dianggap sebagai tempat yang netral dan tidak terlibat dalam urusan politik.
Putusan MK ini menciptakan perubahan signifikan dalam cara peserta pemilu dapat mengkampanyekan diri mereka. Sebelumnya, lingkungan institusi pendidikan dianggap sebagai tempat yang bebas dari politik, dan penggunaannya untuk kepentingan kampanye dapat dilihat sebagai pelanggaran terhadap netralitas akademik.
Reaksi masyarakat terhadap putusan ini bisa sangat beragam. Beberapa orang mungkin mendukungnya, menganggapnya sebagai langkah yang memperluas ruang demokrasi dan memberikan kesempatan lebih besar bagi calon pemilu untuk berkomunikasi dengan pemilih. Namun, yang lain mungkin merasa khawatir bahwa hal ini dapat mengganggu netralitas institusi pendidikan dan membuka pintu bagi politisasi ruang pendidikan.
Risiko Politik di Sekolah
Dengan mengizinkan kampanye politik di sekolah, kita memberi kesempatan besar bagi potensi penyalahgunaan tujuan pendidikan demi kepentingan politik. Partai politik atau kelompok tertentu dapat mencoba memanfaatkan situasi ini untuk memengaruhi pemikiran dan pandangan siswa sesuai dengan kepentingan mereka dengan memberikan rangsangan atau pengaruh yang tidak sesuai dengan pendidikan yang seharusnya.
Hal ini bisa mencakup pemaksaan pandangan politik tertentu atau pemahaman yang kurang objektif, serta dapat mengaburkan garis antara pendidikan yang netral dan politik yang berkepentingan, yang pada gilirannya dapat merusak integritas pendidikan di sekolah dan mempengaruhi perkembangan siswa.
Segala bentuk forum politik cenderung memiliki aspek positif dan negatif yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, penting bagi kedua belah pihak, baik yang mengadakan maupun yang diundang, untuk bersiap secara serius agar mereka tidak hanya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendongkrak popularitas mereka tanpa memberikan kontribusi yang nyata untuk kemajuan negara, terutama kemajuan di bidang pendidikan.
Terdapat sisi positif dari panggung politik di sekolah adalah bahwa itu dapat menjadi wadah untuk memperkenalkan ide, pemimpin, atau program politik kepada anak-anak di lingkungan sekolah serta memungkinkan partisipasi dalam proses demokratis. Meski demikian, ada pula sisi negatif yang dapat menjadi risiko fatal, bahwa kampanye politik di sekolah juga dapat digunakan dengan cara yang dangkal, di mana oknum politik hanya berfokus pada meningkatkan popularitas atau citra mereka tanpa memberikan solusi substansial atau wawasan yang nyata untuk masalah bangsa, terutama bagi anak-anak yang masih duduk pada bangku sekolah.
Sekolah Ruang Bebas Politik
Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana siswa dapat belajar dan tumbuh tanpa adanya campur tangan politik yang mengganggu. Keputusan MK yang mengizinkan kampanye politik di sekolah memberikan kesempatan bagi gangguan dalam lingkungan belajar yang seharusnya bersifat netral dan bebas dari polarisasi politik.
Ada beberapa alasan mengapa ruang pendidikan, terutama di sekolah, harus dijaga dari campur tangan politik. Pertama, sekolah adalah tempat di mana anak-anak dan remaja mendapatkan pendidikan, dan fokus utama haruslah pada pembelajaran, pengembangan karakter, dan nilai-nilai edukatif. Pemasangan atribut politik atau penyelenggaraan kampanye di sekolah dapat mengganggu lingkungan belajar yang netral dan dapat mempengaruhi pendidikan anak-anak dengan cara yang tidak sesuai.
Kedua, menggunakan sekolah sebagai arena politik dapat menciptakan ketegangan dan perpecahan di antara siswa, guru, dan staf sekolah yang mungkin memiliki preferensi politik yang berbeda. Ini dapat mengganggu harmoni dalam lingkungan sekolah dan memengaruhi suasana belajar.
Ketiga, institusi pendidikan dianggap sebagai simbol netralitas dalam masyarakat. Mereka harus dijaga dari politisasi agar tetap menjaga citra objektivitas dan kredibilitas mereka. Ketika sekolah digunakan untuk tujuan politik, ini dapat merusak persepsi netralitas dan integritas pendidikan.
Dalam demokrasi, penting untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung secara adil dan demokratis. Namun, sebaiknya tempat-tempat pendidikan, terutama sekolah, harus dijaga sebagai lingkungan yang bebas dari aktivitas politik agar fokus utama pada pendidikan dan pengembangan generasi muda tidak terganggu.
Penting untuk menjaga agar sekolah tetap menjadi lingkungan yang netral dan terbebas dari politik, sehingga siswa dapat terus belajar dan tumbuh dengan baik tanpa terganggu oleh polarisasi politik yang bisa mengaburkan tujuan pendidikan mereka.
Sekolah tidak boleh tercemar hanya karena kepentingan sepihak dari oknum politik belaka!