Kamis sore (17/8), tepat di perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, sekelompok anak muda berpakaian serba kuning memenuhi ruangan Maidan Hall dan Cultural Hall, Posbloc Medan, Jl. Pos No. 1, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatra Utara. Muda-mudi tersebut tidak lain ada sekelompok relawan yang direkrut oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Centre for Orangutan Protection kantor cabang Medan, yang mengadakan event kampanye terhadap konservasi orangutan. Kegiatan ini diberi nama Abelii Fest #2.
Centre for Orangutan Protection, atau yang lebih populer dipanggil COP, adalah lembaga penyelamatan orangutan di Indonesia. COP saat ini mempunyai dua pusat rehabilitasi orangutan, yang pertama Borneo Orangutan Rescue Aliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur, dan yang kedua Sumatran Rescue Aliance (SRA) di Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Orangutan yang berada di BORA dan SRA adalah orangutan titipan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang berasal dari penyitaan, perburuan dan perdagangan, yang kemudian direhabilitasi untuk dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alamiahnya.
Festival bertajuk Protect The Orangutan and Beyond ini adalah gelaran pameran seni dengan tujuan utama sebagai sarana penyebaran informasi mengenai konservasi orangutan dengan melibatkan seniman dari seluruh Indonesia. Abelii Fest #2 dilaksanakan sebagai bentuk respon terhadap isu krisis lingkungan hidup dengan orangutan sebagai titik masuk (entry point). Dalam hal ini, harus dipahami bahwa, keberadaan orangutan di alam sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Perwakilan dari manajemen Posbloc Medan, Rahadian, mengungkapkan dalam kata sambutannya, bahwa pihaknya selalu mengapresiasi segala macam bentuk hal positif yang dilakukan di Posbloc Medan, termasuk gelaran Abelii Fest #2.
Posbloc ini adalah ruang kreatif untuk kita semua. Jadi, jika diantara kita ada yang ingin menampilkan karya, butuh membuat pameran atau eksebisi dan lain sebagainya, bisa kalian pamerkan di posbloc medan ini dan kami akan selalu support untuk hal tersebut, dan untuk Abelii Fest #2 ini kami doakan semoga sukses lancar, dan apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat dapat tersampaikan dengan baik.
Rahadian, Posbloc Medan
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara, Rudianto Saragih, dalam kata sambutannya menyampaikan apresiasi dan dukungannya kepada penyelenggaraan Abelii Fest #2. Rudianto mengatakan bahwa penyebaran informasi, edukasi dan penyadartahuan serta peran serta dalam kampanye konservasi semacam ini perlu dilakukan dan merupakan tugas semua pihak.
Di Sumatra Utara ini ada tiga spesies prioritas yang dikonservasi, yaitu gajah, harimau, dan orangutan. Dan acara kali ini adalah salah satu bentuk penyadartahuan yang sangat penting terhadap keberlangsungan konservasi satwa-satwa tersebut.
Rudianto Saragih, BBKSDA Sumatra Utara
Lebih lanjut Rudianto mengungkapkan bahwa betapa keberadaan orangutan di alam liar sangat menjadi konsentrasi bagi pemerintah, khususnya BKSDA Sumatra Utara. Rudi juga menjelaskan bahwa tugas penyadartahuan terhadap konservasi bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tugas semua lapisan masyarakat. Dan dia juga berterima kasih kepada seluruh yang terlibat, karena dengan adanya kampanye-kampanye seperti ini, masyarakat menjadi peduli dan dapat berdampingan hidup dengan satwa tanpa saling merasa terganggu.
Kenapa orangutan itu dilindungi? Dan kalau kita merujuk pada CITES, maka orangutan masuk dalam status Critical Endangered, atau sangat terancam punah. Orangutan ini kekerabatannya dekat dengan manusia, dan ini perlu kita pahami.
Rudianto Saragih, BBKSDA Sumatra Utara

“Gedung ini adalah gedung tua, dan ditetapkan sebagai cagar budaya Indonesia. Kita akan tergerus dengan perubahan jaman, dan yang mengurus konservasi orangutan pada saat ini bukan saja pada mereka yang berkecipung pada dunia konservasi, atau para konservasionis, tapi semua pihak, termasuk di dalamnya seniman, anak muda dan semua pihak berpartisipasi untuk itu. Terlebih lagi pada event ini ada kids competition. Semua pihak, semua manusia, semua kalangan, kita mulai langkah kita di pusat kota Medan untuk melestarikan Indonesia untuk dunia. Jika hilang, maka dampaknya akan dirasakan oleh semua,” ujar Rudianto dalam kata sambutannya yang diakhiri dengan membuka gelaran Abelii Fest #2 secara resmi.

Melibatkan Relawan
Gelaran yang berlangsung selama empat hari di Posbloc Medan ini digerakkan oleh sejumlah muda-mudi Kota Medan yang berperan sebagai relawan. Setidaknya lebih dari 20 orang pemuda-pemudi berpartisipasi dalam gelaran ini. Sebagian besar mereka adalah mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Medan seperti Universitas Sumatrera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Terbuka (UT), dan lain lain. Mereka bertanggung jawab mengakomodasikan segala hal yang berkaitan dengan gelaran tersebut, mulai dari menyusun konsep, hingga menyusun meja di hari pelaksanaan. Tentunya bersama COP sebagai wadahnya.
Veronica Situmorang, seorang mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan, UT, menceritakan kesenangannya untuk ikut berpartisipasi sebagai relawan dalam gelaran ini.
Belum pernah ikut jadi volunteer apa pun kan, jadi di sini bisa mencoba hal baru. Apalagi temanya tentang orangutan, tentang konservasi-konservasi gitu, dan ini menarik. Apalagi kan memang suka sama hewan. Jadi sekalian mengenalkan kepada masyarakat bagaimana pentingnya tentang pelestarian hewan liar terutama orangutan biar nggak cepat punah.
Veronica, Universitas Terbuka
Kontribusi Para Seniman dalam Konservasi
Lima belas orang seniman dari seluruh Indonesia ikut berpartisipasi dengan menampilkan karya-karya terbaik mereka di ruang pameran yang digelar di Cultural Hall di gedung kantor pos peninggalan Hindia-Belanda ini. Sejumlah karya ditampilkan dalam bentuk pajangan gantung berlatar kain putih dibuat menyerupai semacam bilik kecil untuk masing-masing karya.
Di lorong paling depan, pengunjung langsung disambut dengan sebuah lukisan semi abstrak dengan kombinasi warna-warni yang dinamis karya seorang seniman muda bernama Galuh Lutfiah.
Judulnya, Sumatera Bukan Hanya Manusia. Di lukisan ini ada flora fauna asli Sumatra, yaitu orangutan sumatra, harimau sumatra, gajah sumatra dan Raflesia arnoldi (bunga bangkai: red). Setidaknya Lulu mau mengedukasi banyak orang kalau yang tinggal di Sumatera ini bukan hanya kita sebagai manusia, jadi kita harus tetap mementingkan secara keseluruhan, jangan hanya mementingkan keuntungan diri sendiri sehingga lupa kalau flora dan fauna Sumatra juga ingin hidup.
Galuh Lutfiah, Seniman Peserta Pameran

Bagi Galuh, ketertarikannya dengan kegiatan konservasi semacam ini sudah mulai dirasakan saat pertama kali ikut berpartisipasi pada gelaran serupa di tahun sebelumnya. Dan sampai saat ini terus ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kerelawanan yang dilakukan bersama COP.
Sejak 23 Juli 2023, saat acara Abelii Fest yang pertama, alasan pastinya sebenarnya juga nggak terlalu paham. Hanya saja, COP sudah menjadi seperti rumah. Karena banyak hal yang terjadi setelah sering bergabung di COP. Salah satunya berani buat ngomong di depan banyak orang.
Galuh Lutfiah, Seniman Peserta Pameran
Berjalan semakin ke tengah ruangan, terdapat sebuah karya String Art, yaitu lukisan kepala orangutan menggunakan kombinasi benang warna-warni yang epik dan menyatu natural dan dibalut dengan pita hitam menyerupai permisalan jeruji kandang. Lukisan String Art itu adalah karya Vincent Wiranata L yang tertarik untuk berpartisipasi dalam gelaran ini karena pernah melihat orangutan.
Saya pernah melihat orangutan, dan bagi saya adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk mengangkat isu ini agar masyarakat kita faham pentingnya orangutan.
Vincent Wiranata L, Seniman Peserta Pameran

Beberapa karya lainnya yang dapat disaksikan sepanjang pameran adalah lukisan, karya seni rupa lainnya (instalasi), hingga tulisan tangan siswa-siswi sekolah dasar yang pernah mendapatkan edukasi tentang pentingnya konservasi alam. Di sisi tengah juga ditampilkan sebuah kandang portabel berwarna oranye yang biasa diapaki oleh tim COP untuk mengantarkan orangutan hasil rehabilitasi untuk dilepasliarkan di alam liar yang aman dan terlindung dari pengrusakan. Kandang tersebut ditampilkan terbuka menghadap sebuah pohon rindang simbolis. Dan di bagian ujung ruangan menuju pintu keluar, pengunjung disuguhi dokumentasi proses yang dilakukan oleh COP dalam konservasi orangutan.
Pesan di Momen Hari Orangutan Sedunia
Gelaran empat hari di Posbloc Medan ini pun bertepatan dalam ajang Hari Orangutan sedunia. Dalam momen itu, Abelii Fest #2 mengadakan gelar wicara sebagai wahana diskusi bagi masyarakat yang hadir pada hari untuk sama-sama sadar betapa pentingnya konservasi. Hadir dalam gelar wicara tersebut Reza Kurniawan (COP), Indra Kurnia (Forum Konservasi Orangutan Sumatera (FOKUS), dan Arifin (BBKSDA Sumatra Utara).
Narasumber dalam diskusi sore itu sepakat bahwa peran penting bagi seluruh pengunjung yang hadir. Bahwasanya keberadaan satwa liar adalah penting bagi keberlangsungan hidup alamiah di bumi. Dan satwa liar tetap indah dan tetap memiliki nilai ketika mereka masih berada di alam liar sesuai habitatnya masing-masing. Bukan di kandang, dan bukan diperdagangkan untuk kepentingan individual tertentu. Selain itu memelihara hewan-hewan eksotik yang antiarus utama (anti mainstream), seperti kucing hutan, harimau, elang, dan satwa-satwa dilindungi lainnya, bukan hal yang baik, menyenangkan saat memelihara satwa pada usia muda yang masih lucu-lucunya, namun akan sangat berbahaya ketika mereka sudah dewasa dan justru dapat menjadi masalah di kemudian hari.
Perlu diketahui, bahwa segala pelanggaran tersebut dapat dikenakan hukuman pidana merujuk pada Pasal 21 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan hukuman pidana kurungan maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp100.000.000.

Akhirnya, semua berpesan, bahwa keindahan satwa liar adalah saat dia berada di alam liar. Dan bagi yang mengaku cinta kepada alam dan yang mengaku sebagai pecinta satwa, adalah sangat cerdas ketika melihat satwa yang dicintai itu hidup bebas di alam, bukan di kandang di rumah pribadi masing-masing. Karena seperti kata pepatah, cinta tak harus memiliki.