Pertengahan awal tahun 2023, warganet Indonesia dihebohkan oleh seorang pria asal Cirebon yang mengklaim telah membuat temuan fenomenal dalam dunia otomotif tanah air. Aryanto Misel, pria asal Cirebon itu tengah sibuk membicarakan sebuah karya yang dinamai Nikuba dan tampil di laman Instagram Kodam Siliwangi. Dalam laman itu, dipresentasikan alat serupa tabung yang berisi air yang dipasangkan pada sepeda motor jenis Kawasaki KLX 150 milik Kodam Siliwangi. Lebih lanjut disebutkan, 1 liter air dalam alat Nikuba dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menempuh perjalanan sejauh 460 km. Sungguh klaim yang luar biasa.
Sebagai perbandingan, sepeda motor KLX 150 memiliki tangki bahan bakar minyak (BBM) dengan kapasitas 6,9 liter dan diketahui dapat menempuh hingga 31,8 km per liter. Artinya, untuk menempuh jarak sejauh 460 km, dalam keadaan normal KLX 150 perlu menyediakan 14,47 liter BBM, atau katakanlah dibulatkan menjadi 15 liter. Jika dirupiahkan, dengan asumsi penggunaan BBM jenis Pertamax, dengan harga Rp12.400 per liter (data Agustus 2023), maka pengguna KLX 150 harus merogoh kocek sebesar Rp200.000 untuk dapat menempuh jarak sejauh 460 km. Sementara jika bermodalkan Nikuba, jarak 460 km dapat ditempuh dengan air sebanyak 1 liter, atau katakanlah kita menggunakan air mineral kemasan yang dijual dengan kisaran harga Rp8.000 per botol untuk kemasan 1,8 liter. Itu pun masih ada sisa untuk bisa diminum di perjalanan.
Sungguh suatu penghematan yang membagongkan, sangat diluar nurul dan tak habis fikri, kalau kata warganet jaman sekarang.
Namun ternyata ada hal yang lebih menghebohkan di dunia maya kala itu terkait nikuba, dan tidak berkaitan dengan pembahasan teknisnya. Yaitu pemberitaan mengenai Nikuba yang dikatakan tidak masuk akal oleh salah seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hal ini sebagai counter attack dari pernyataan sang penemu Nikuba yang mengklaim bahwa dengan menggunakan alatnya itu, sepeda motor Kawasaki KLX 150 tidak perlu mengisi BBM, hanya perlu mengisi air pada alat Nikuba untuk dapat menempuh perjalanan sejauh 460 km.
Tanggapan BRIN
Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN, Haznan Abimanyu mengonfirmasi pada CNN Indonesia pada Juli 2023 lalu bahwa teknologi semacam Nikuba ini sebetulnya sudah ada dijual di pasaran dengan memanfaatkan mekanisme elektrolisis sehingga BBM yang digunakan pada kendaraan bermotor tersebut dapat dihemat. Alat yang dikenal dengan nama Joko Energy itu bisa diperoleh di lokapasar dengan harga mulai dari Rp1.000.000 hingga Rp7.000.000.
“Iya, dia (Joko Santoso, penemu Joko Energy: red) menggunakan air, tapi dia mengubah air yang semula H2O menjadi HHO sehingga hidrogen bisa digunakan untuk menambah efisiensi bahan bakar di kendaraan. Tapi dia tidak mengklaim bahwa air itu sebagai bahan bakar,” ungkap Haznan dalam konferensi pers di kantornya seperti yang dilansir dalam laman CNN Indonesia beberapa waktu lalu.
Pro dan Kontra Warganet dan Sentimen Anti Pemerintah
Ternyata pemberitaan yang menyebutkan Nikuba Tidak Masuk Akal oleh BRIN itu kemudian ‘digoreng’ habis-habisan di berbagai laman media sosial. Terlebih lagi pada saat yang bersamaan, diberitakan pula ada beberapa perusahaan mobil Eropa yang katanya tertarik dengan Nikuba. Bahkan Aryanto sempat diundang ke Milan, Italia, beberapa saat kemudian untuk mendiskusikan penemuannya dengan salah satu produsen mobil super di sana.
Lantas apa hubungannya dengan sentimen anti pemerintah?
Memang agak sedikit cocoklogi, terutama di masa-masa menjelang pemilu 2024 ini. Pemberitaan pro dan kontra tentang Nikuba di atas seolah-olah menjadi lahan basah untuk perdebatan dalam media sosial.
Sekelompok warganet yang terkesan resah dengan rezim saat ini lantas menuding bahwa pemerintah melalui BRIN melakukan tindakan semena-mena dan tidak mengapresiasi karya anak bangsa. Kelompok warganet ini bahkan justru serampangan mengelu-elukan penemu Nikuba yang diundang ke Milan untuk mendiskusikan produknya. Bahkan merundung BRIN yang ‘diam-diam’ datang ke Milan untuk melihat ‘presentasi’ produk Nikuba di sana. Ujung-ujungnya, warganet pun berkampanye dengan mengatakan harus ada perubahan di tahun 2024 agar karya anak bangsa mendapat perhatian pemerintah. Dan pemerintah sekarang yang terlalu pro kepada oligarki tertentu harus ditinggalkan bahkan dituntut karena tidak pro terhadap karya anak bangsa.

Sementara sekelompok warganet lainnya, yang terkesan pro pada pemerintah justru menuding dan mencemooh Nikuba sebagai hal yang tidak masuk akal. Mereka cenderung ikut pernyataan dari BRIN. Tidak sampai di situ, Nikuba juga dikatakan plagiat dan tidak memiliki nilai kebaruan, bahkan tidak berterima kasih kepada pemerintah yang sudah bersusah payah mengembangkan teknologi demi bangsa dan negara. Ujung-ujungnya, kampanye juga dengan mengatakan harus ada yang melanjutkan perjuangan Presiden saat ini untuk 2024 nanti agar pembangunan, teknologi dan karya yang sudah susah payah dibangun saat ini dapat dilanjutkan, dan tidak ditelantarkan oleh warga keturunan Arab yang ingin mencalonkan diri sebagai Presiden.
Siapa di antara mereka yang benar?
Sebenarnya tidak ada. Karena pada hakikatnya mereka hanya tenggelam pada euforia sesaat dan akan tenggelam di saat yang lain. Dan akan kembali muncul di saat yang lain lagi. Tinggal bagaimana kita tidak tenggelam seperti mereka.
Lihat saja sekarang. Pemberitaan tentang Nikuba pun sudah tenggelam dan tak pernah dibahas lagi. Baik dari sisi BRIN dengan berbagai kajian saintifiknya, maupun dari sisi sang penemu yang mungkin agak sedikit kecewa karena ketika di Milan dia tidak mendapatkan apa-apa dari presentasinya, melainkan hanya dianggap seperti montir.
Semoga drama BanyuGeni tahun 2008 silam tidak terulang kembali.