Bongak

Bioetanol Nira Aren sebagai Solusi Energi Terbarukan yang Berkelanjutan

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia terhadap energi juga akan semakin meningkat. Dewasa ini sumber energi terbesar yang masih digunakan adalah sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil, antara lain minyak bumi yang persentase penggunaannya sangat signifikan dalam memenuhi konsumsi energi dunia. Minyak bumi atau petroleum adalah bahan bakar fosil yang merupakan bahan baku untuk bahan bakar minyak (BBM) serta banyak produk-produk lainnya. Dilansir dari investor.id, konsumsi bensin di Indonesia pada 2023 meningkat drastis hingga 670.000 barel per hari, dari yang semula hanya 635.000 barel per hari pada 2022. Hal tersebut memaksa pemerintah untuk melakukan impor bahan bakar. Peningkatan kebutuhan BBM di Indonesia tidak hanya berdampak pada sektor transportasi, tetapi juga sektor ekonomi dan lingkungan. Pada sektor transportasi, meningkatnya kebutuhan BBM berarti meningkatnya konsumsi bahan bakar dan biaya operasional kendaraan. Hal ini dapat berdampak pada kenaikan harga BBM dan pembebanan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen. Emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang menggunakan BBM menyumbang polusi udara dan pemanasan global. Meskipun langkah-langkah untuk mempromosikan kendaraan ramah lingkungan telah diambil, masih dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai transisi yang signifikan.

Dalam upaya mencari alternatif energi yang berkelanjutan, produksi bioetanol telah menjadi pilihan yang menjanjikan. Bioetanol adalah bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan sebagai pengganti bensin pada kendaraan. Informasi terbaru dari cnnindonesia.com menyebutkan Pertamina akan merilis bahan bakar bioetanol perdana dengan nama Pertamax Green. Bahan bakar ini dibuat dari campuran produk Pertamax 92 dengan etanol 5% yang diperoleh dari bahan nabati molase atau tetes tebu. Bahan bakar jenis ini dinilai lebih ramah lingkungan karena mampu mengurangi emisi gas CO2. Isu ini sempat mendapat sanggahan dari tokoh-tokoh di Indonesia yang mana beberapa dari mereka masih belum yakin dengan produksi tebu di Indonesia. Data statistik menunjukkan kebutuhan konsumsi gula dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun belum diimbangi dengan peningkatan produksi tebu, sehingga suplainya masih dipenuhi melalui skema impor. Hingga kini impor gula mencapai 5 juta ton per tahun. Peluncuran BBM jenis baru ini rencana akan diluncurkan mulai Juli 2023. Peluncuran produk baru tersebut dinilai sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, produksi produk BBM ini bersifat tidak mengganggu pasokan tebu untuk kebutuhan industri gula karena diproduksi dari hasil fermentasi tetes tebu. Meskipun demikian, tetap membutuhkan antisipasi tersendiri agar produksi BBM baru tidak mengganggu produksi gula mengingat permintaan produk BBM yang semakin meningkat.

Salah satu sumber daya alam yang kemungkinan besar bisa menggantikan posisi tebu ialah nira aren. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pohon aren yang melimpah. Dikutip dari mediaperkebunan.id, provinsi Jawa Barat diperkirakan memiliki 13.135 ha tanaman aren, Papua 10.000 ha, Sulawesi Selatan 7.293 ha dan Sulawesi Utara mencapai 6.000 ha. Bila ditotal seluruh wilayah Indonesia luas area penanaman aren diestimasi mencapai 60.482 ha dengan produksi gula aren 30.376 ton/tahun. Nira aren, cairan yang diperoleh dari batang pohon aren, memiliki kandungan gula yang tinggi dan sangat cocok sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol. Para petani aren biasanya mengambil nira dengan cara menyadap di pagi dan sore hari. Satu pohon aren bisa menghasilkan 16 liter nira untuk varietas lokal, sementara untuk varietas genjah Kutim bisa menghasilkan hingga 32 liter nira. Dengan memanfaatkan nira aren sebagai sumber daya alam yang melimpah, produksi bioetanol dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berkontribusi pada keberlanjutan energi.

Buah Aren (Foto: rimbakita.com)

Kelebihan nira sebagai bioetanol adalah karena nira sudah merupakan larutan gula yang dapat langsung memulai proses fermentasi sehingga dapat mempersingkat tahapan produksi etanol. Hal ini berbeda jika bahan baku berasal dari pati dan selulosa, yang mana pati harus melalui proses hidrolisis terlebih dahulu untuk masuk ke tahapan fermentasi, sedangkan selulosa harus dikonversi terlebih dahulu guna mendapatkan gula dengan bantuan mineral asam. Proses produksi bioetanol dengan nira aren melibatkan beberapa tahapan yang relatif sederhana. Nira aren diekstraksi dari batang pohon aren dan kemudian diolah melalui proses fermentasi menggunakan ragi atau mikroorganisme lainnya. Setelah proses fermentasi selesai, nira aren akan menghasilkan etanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Proses produksi ini dapat dilakukan dengan teknologi yang relatif terjangkau dan dapat diimplementasikan dalam skala besar.

Penggunaan ragi atau mikroorganisme yang lebih efektif dalam proses fermentasi dapat meningkatkan konversi gula menjadi etanol. Pemilihan jenis ragi atau mikroorganisme yang tepat, serta pengaturan suhu dan kondisi fermentasi yang optimal, akan memberikan hasil yang lebih baik dalam produksi bioetanol dengan nira aren. Menurut Elia Simanjuntak, dkk (2015), diketahui bahwa nira mampu menghasilkan bioetanol dengan konsentrasi tertinggi mencapai 8% (v/v) ketika inokulum 17,5% dengan lama fermentasi 72 jam.

Pengembangan teknologi ekstraksi nira aren yang lebih efisien dapat meningkatkan hasil produksi bioetanol. Proses ekstraksi yang baik akan memastikan pengambilan nira aren yang maksimal dengan kandungan gula yang tinggi. Dengan teknologi ekstraksi yang canggih, produksi bioetanol dapat dioptimalkan dan menghasilkan kualitas yang lebih baik. Kelebihan bioetanol yang dihasilkan dari nira aren adalah memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan membantu dalam mengurangi polusi udara. Selain itu, produksi bioetanol dengan nira aren juga dapat memberikan manfaat tambahan berupa pemanfaatan limbah yang dihasilkan dalam proses produksi, seperti limbah padat dan limbah cair, yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Secara keseluruhan, produksi bioetanol dengan nira aren adalah solusi yang menjanjikan dalam menciptakan energi terbarukan yang berkelanjutan selain dari tebu. Keberlanjutan energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca semakin mendesak, dan produksi bioetanol dengan nira aren dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai tujuan ini. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, mengembangkan inovasi teknologi, dan meningkatkan kesadaran akan energi terbarukan, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan.

Muhammad Parikesit Wisnubroto

Dosen dan Peneliti Bidang Nutrisi Tanaman dan Fisiologi di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *