Bagi penggemar olahraga bulutangkis mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama besar Datuk Lee Chong Wei. Ya, julukan datuk diberikan kepada Lee Chong Wei sebagai apresiasi dan penghormatan Negara Malaysia atas prestasinya di dunia bulutangkis yang membawa harum negara di dunia internasional. Layaknya Siti Nurhaliza yang juga mendapat gelar depan datuk atas prestasinya di dunia tarik suara.
Lee Chong Wei adalah pemain bulutangkis berkebangsaan Malaysia yang kini menjadi salah satu legenda hidup bulutangkis dunia. Bersama Taufik Hidayat (Indonesia), Lin Dan (Tiongkok), dan Peter Hoeg Gade (Denmark), Lee Chong Wei menjadi salah satu raja bulutangkis di sektor tunggal putra sejak awal 2000-an. Hampir seluruh gelar bergengsi kejuaraan bulutangkis dunia sudah ia raih. Federasi bulutangkis Malaysia,The Badminton Association of Malaysia (BAM), mencatat selama berkarier menjadi pemain bulutangkis, Lee Chong Wei sukses merengkuh 69 gelar juara dalam 19 tahun. Gelar-gelar super series, kejuaraan Asia, dan kejuaraan dunia sudah ia menangkan. Bahkan ia dijuluki sebagai Raja Super Series, sebuah turnamen di bawah naungan Badminton World Federation (BWF).
Lalu apa hubungannya dengan Prabowo? Sek sek … Ini bukan cocokologi yang ujug-ujug muncul, tapi ada fakta yang menarik dari dua sosok yang berbeda ini. Baiklah, akan saya tunjukan fakta-fakta tersebut.
Namun sebelum mengungkap fakta tersebut ada baiknya kita melihat kembali karier militer dan politik Pak Prabowo. Prabowo adalah Purnawiran TNI Angkatan Darat, dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen). Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1974 sebagai seorang Letnan Dua. Setelah lulus dari Akademi Militer (1976-1985), Prabowo bertugas di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), pasukan khusus Angkatan Darat pada saat itu. Salah satu penugasan pertamanya adalah sebagai komandan pleton pada Grup I/Para Komando yang menjadi bagian dari pasukan operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Berusia 26 tahun, Prabowo merupakan salah satu komandan pleton termuda dalam operasi tersebut.
Di dunia politik, Prabowo tak kalah bersinar seperti saat di militer. Ijtihadnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menjadi awal baginya untuk turut serta mewarnai peta perpolitikan di Indonesia. Puncaknya adalah keikutsertaannya dalam tiga kali hajatan pemilihan presiden. Tahun 2009, Prabowo maju menjadi calon wakil presiden, mendampingi Megawati. 2014, Prabowo menggandeng besan SBY, Hatta Rajasa, sebagai capres dan cawapres. Dan terakhir, 2019, Prabowo kembali maju bersama Sandiaga Salahuddin Uno dalam kontestasi pilpres. Bagaimana hasilnya? Jelas Prabowo harus puas kembali menjadi runner-up.
Gagal di Puncak Karier
Ada fakta yang menarik antara Lee Chong Wei dan Prabowo Subianto. Bagi setiap insan olahraga, cita-cita atau pencapaian terbesarnya adalah bisa tampil di ajang paling bergengsi, seperti Olimpiade, sekalipun tidak bisa juara. Begitu juga bagi seorang Lee Chong Wei. Sebagai atlet, ia pasti ingin mempersembahkan medali emas bagi negaranya, Malaysia. Sayang, meski tampil di tiga laga final olimpiade, Beijing (2008), London (2012), dan Rio De Janeiro (2016), Lee Chong Wei selalu gagal mempersembahkan emas bagi negaranya. Di dua olimpiade, Beijing dan London, Lee Chong Wei dikalahkan seteru abadinya, Lin Dan, di partai final. Sementara di olimpiade 2016 di Rio De Janeiro, Lee Chong Wei kembali harus mengakui keunggulan pemain Tiongkok lainnya, Chen long. Meski sukses menyingkirkan Lin Dan di semifinal, Lee Chong Wei lantas harus kehabisan tenaga kala berduel melawan juniornya Lin Dan. Akhirnya, Lee Chong Wei menjadi pemain dengan spesialis medali perak di olimpiade alias juara dua.
Begitu juga dengan Prabowo Subianto. Di puncak kariernya sebagai seorang politisi senior, keingginannya adalah mencalonkan diri sebagai capres. Tahun 2009 mendampingi Megawati, Prabowo menjadi cawapres Prabowo kemudian harus menerima kekalahan dari Susilo Bambang Yudhoyono yang pada waktu itu maju untuk kali kedua. Di tahun 2014, Prabowo kembali maju. Kali ini menjadi capres. Menggandeng Hatta Rajasa sebagai cawapresnya, Prabowo menantang Jokowi-Jusuf Kalla. Sayang Prabowo kembali gagal dan harus mengakui keunggulan perolehan suara Jokowi. Terakhir yang lalu, Prabowo kembali ikut bertarung pada pilpres 2019 dengan melawan petahana. Setelah dilakukan penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prabowo kembali kalah, meski sempat melakukan banding melalui tim hukumnya, sebab Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua permohonan gugatan Prabowo. Itu artinya dapat dipastikan Prabowo mengalami dua kekalahan beruntun menghadapi Jokowi pada dua hajatan pilpres. Artinya, Prabowo selalu menjadi juara dua seperti Lee Chong Wei di final bulutangkis olimpiade.
Per tanggal 13 Juni 2019, Lee Chong Wei mengundurkan diri dari dunia yang membesarkan namanya tersebut. Lee Chong Wei pensiun dari dunia bulutangkis. Apakah hal tersebut juga akan diikuti oleh Prabowo? Sejauh ini, melihat ghirah politiknya, Prabowo masih ada semacam keinginan untuk tetap bertarung menjadi RI Satu. Namun apakah Prabowo dapat dengan mudah memenangkan kontestasi pilpres 2024? Kita lihat saja nanti. Wallahu ‘alam.