Penyakit busuk batang kelapa sawit merupakan penyakit yang cukup menyita perhatian dalam sejarah perkebunan sawit. Bahkan keberadaannya menjadi penyakit utama dalam perkebunan kelapa sawit di Indonesia maupun Malaysia. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Ganoderma boninense golongan Basidiomycota yang bersifat tular tanah. Cendawan ini juga merupakan penyebab utama penyakit akar putih pada tanaman berkayu yang mampu menguraikan lignin. Jamur ini menyerang dan membusukkan jaringan batang serta pangkal batang kelapa sawit, mengganggu sirkulasi air dan nutrisi dalam pohon. Infeksi Ganoderma biasanya terjadi melalui luka pada batang atau akar tanaman. Beberapa referensi menyebutkan gejala awal penyakit ini sulit untuk dideteksi, karena gejala eksternal yang bisa dilihat oleh mata berkembang dengan lambat. Pada kelapa sawit muda (TBM), gejala yang dapat diamati berupa daun yang menguning pada satu sisi, atau terdapat bintik kuning pada daun yang pendek dan diikuti dengan nekrosis. Seiring berjalannya waktu, penyakit ini akan bertambah parah dan membuat tanaman kelapa sawit tampak pucat keseluruhan, pertumbuhan, serta daun tombak yang tidak terbuka. Tanda yang sama juga diperlihatkan pada tanaman menghasilkan TM. Beberapa daun tombak pada tanaman TM juga tidak membuka serta kanopi yang tampak pucat. Kondisi daun yang terserang akan mengalami nekrosis dimulai dari daun tua, melebar hingga ke bagian tengah daun. Lama kelamaan akan menyebar ke seluruh tubuh tanaman dan berdampak pada kematian tanaman.
Sebagian besar siklus Ganoderma ada di dalam tanah maupun jaringan tanaman. Kejadian penyakit ini terdapat pada area tertentu saja karena infeksi terjadi secara mengelompok. Pola ini terjadi pada infeksi Ganoderma yang melalui kontak akar. Biasanya pola ini terjadi sebagai akibat dari ditemukannya sumber inokulum baik pada sisa-sisa akar kelapa sawit yang telah mati ataupun bonggol yang masih bisa dijangkau oleh tanaman sehat, sehingga terjadi penularan. Secara garis besar, penularan Ganoderma dapat dibedakan menjadi tiga cara, yaitu kontak akar tanaman dengan inokulum, melalui udara dengan basidiospora, dan inokulum sekunder dari tunggul tanaman ataupun inang alternatif.

Pola serangan Ganoderma di lahan kelapa sawit umumnya bersifat sporadis. Diduga persentasenya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia tanaman kelapa sawit. Penyakit ini akan mudah menyebar dan menyerang ketika kondisi lingkungan lembab. Dengan demikian, ada korelasi positif antara laju serangan Ganoderma dengan musim hujan. Curah hujan yang tinggi berakibat pada kelembaban lingkungan yang makin tinggi, sehingga membuat perkembangan Ganoderma semakin cepat. Jika salah satu tanaman terinfeksi pada musim penghujan, hanya tinggal menunggu waktu saja tanaman lain akan ikut terinfeksi. Akar dan batang perlahan akan membusuk bila tidak segera dilakukan pengendalian dengan tepat. Jika serangan sudah parah, maka bisa menurunkan produktivitas dan hasil tanaman kelapa sawit, dan tentu saja hal ini akan menyebabkan kerugian. Serangan Ganoderma dapat melemahkan struktur batang kelapa sawit. Hal ini meningkatkan risiko kejatuhan atau kerobohan pohon, yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih besar terhadap perkebunan dan infrastruktur yang terkait.
Ditinjau dari lingkungan tumbuhnya, Ganoderma memberikan laju serangan lebih cepat ketika musim hujan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan Ganoderma akan menyerang di musim kemarau. Akan tetapi, laju perkembangbiakan maupun serangan kemungkinan lebih rendah, namun tetap perlu diwaspadai. Sebagian besar kelapa sawit tumbuh di jenis tanah podsolik merah kuning maupun tanah gambut dengan tekstur liat berpasir. Agus Susanto, dkk. (2013), peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit, menyebutkan bahwa tekstur tanah lempung berpasir memberikan nilai laju infeksi Ganoderma lebih rendah dibanding tekstur tanah lainnya. Agus juga menyebutkan jika Ganoderma lebih cepat menginfeksi pada jenis tanah yang miskin hara dengan tekstur lebih banyak fraksi pasirnya. Ketika musim kemarau tiba, ada kemungkinan evaporasi makin tinggi bila kelembaban lapisan tanah atas tidak dijaga kelembabannya. Hal ini juga bisa memicu munculnya serangan Ganoderma, namun lajunya masih tergolong rendah karena terhambatnya perkembangbiakan Ganoderma itu sendiri. Umumnya spora akan mati ketika berada pada kondisi lingkungan yang panas atau bersuhu tinggi. Spora hanya akan berkembang dan berkecambah pada kelembaban yang relatif tinggi, karena sebagian besar spora memiliki kadar air yang rendah. Inilah salah satu penyebab yang membuat laju serangan Ganoderma cukup rendah di musim kemarau.
Laju serangan yang rendah di musim kemarau tidak berarti pemeliharaan tanaman dari Ganoderma diabaikan. Perlu sanitasi lingkungan perkebunan kelapa sawit agar tetap bersih dari sia-sisa tanaman yang terinfeksi. Menerapkan praktik budidaya yang benar secara agronomis, seperti tidak melakukan pruning berlebihan ketika kemarau untuk menghindari pelukaan pada tubuh tanaman, sehingga membuat jaringan tanaman mudah terinfeksi oleh organisme pengganggu tanaman (OPT). Melakukan pengendalian terhadap OPT lain juga sangat diperlukan, sebut saja serangga kumbang pengebor batang, misalnya. Keberadaan serangga ini dapat memperburuk serangan Ganoderma karena membuka jalan masuk bagi spora cendawan ke dalam batang pohon. Dengan demikian, selama musim kemarau dengan cuaca panas dan bersuhu tinggi tetap perlu melakukan pengendalian OPT, termasuk cendawan Ganoderma untuk meminimalisir serangan yang ada sehingga penurunan produktivitas dapat ditekan, meskipun laju serangan di musim kemarau tergolong rendah. Penting untuk mencari bantuan dari ahli pertanian atau konsultan kelapa sawit yang berpengalaman dalam pengendalian penyakit busuk batang. Mereka dapat memberikan saran yang lebih spesifik dan efektif sesuai dengan kondisi lokal dan praktik budidaya yang digunakan. Semoga bermanfaat.