El Niño yang berarti ‘anak laki-laki’ dalam bahasa Spanyol adalah suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik di Samudra Pasifik. Fenomena ini terjadi ketika permukaan air laut di wilayah Pasifik Tengah dan Timur menjadi lebih hangat dari biasanya, sehingga mempengaruhi arus laut dan pola cuaca di seluruh dunia. El Niño biasanya terjadi setiap 2-7 tahun sekali dan dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga setahun.
Dampak El Niño dapat sangat beragam, tergantung pada wilayah yang terkena dampaknya. Beberapa dampak yang sering terjadi akibat El Niño antara lain peningkatan suhu udara, penurunan curah hujan, kekeringan, banjir, badai, dan terganggunya produksi pertanian, salah satunya perkebunan kelapa sawit. Fenomena El Niño di Indonesia pernah terjadi pada 2015, yang saat itu Indonesia mengalami kemarau berkepanjangan. Secara umum, kekeringan merupakan salah satu stres primer yang paling banyak menyebabkan penurunan hasil tanaman. Kekeringan akan berdampak langsung terhadap aspek fisiologi maupun morfologi tanaman.
Air menjadi partikel terpenting dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Apabila cekaman kekeringan melanda secara berkepanjangan, maka dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan bahkan produkvitas tanaman. Adapun peranan air bagi kehidupan tanaman, antara lain sebagai pelarut unsur hara di dalam tanah sehingga tanaman dapat dengan mudah mengambil hara melalui akar sebagai makanan dan sekaligus mengangkut hara tersebut ke bagian-bagian tanaman yang memerlukan melalui pembuluh xilem. Selain itu, air juga berperan dalam proses fotosintesis. Air akan melarutkan glukosa sebagai hasil fotosintesis dan mengangkutnya ke seluruh tubuh tanaman melalui pembuluh floem. Selanjutnya, hasil fotosintesis ini akan digunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada Agustus 2023, Indonesia diprediksi dihampiri oleh El Niño. Hal itu tentunya menjadi perhatian tersendiri bagi seluruh emiten perkebunan, salah satunya kelapa sawit. Beberapa ahli berpendapat bahwa dampak El Niño pada kelapa sawit tidak begitu signifikan, karena tanaman ini tergolong tanaman tahunan dengan tingkat adaptasi yang relatif tinggi. Sekalipun demikian, tidak menutup kemungkinan El Niño menyebabkan penurunan produktivitas Crude Palm Oil (CPO). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Darlan et al. (2016), peneliti Ilmu Tanah dan Agronomi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), menyebutkan bahwa fenomena El Niño pada 2015 telah menyebabkan timbulnya stres pada tanaman kelapa sawit yang ditandai dengan 0-6 daun tombak, 0-24 pelepah segar, mengalami sengkleh/patah pelepah, serta penurunan produktivitas hingga 60% pada semester pertama tahun 2016 (dibanding periode 2015). Sementara itu, Sakti (2023), berpendapat bahwa El Niño berdampak pada kemungkinan munculnya bunga jantan. Kondisi ini bisa berakibat turunnya nilai sex ratio, sehingga menyebabkan penurunan cadangan buah. Penurunan ini merupakan akibat dari aborsi bunga betina sebelum berkembang pada tanaman-tanaman muda yang berumur sekitar 3-5 tahun. El Niño juga bisa menyebabkan kegagalan tandan yang baru terbentuk. Bahkan, untuk tandan-tandan yang memang telah terbentuk bisa mengalami percepatan kematangan. Tentunya hal ini menyebabkan penurunan kualitas CPO yang dihasilkan.

Dampak El Niño 2023 di Indonesia kemungkinan baru akan dirasakan pada 2024, sebagaimana dikatakan oleh Head of Investor Relation Sampoerna, Agro Stefanus Darmagiri. Menanggapi hal tersebut, upaya-upaya meminimalisir dampak dari fenomena ini harus dipersiapkan sejak dini. Adapun langkah yang paling utama adalah fokus pada water management system yang prinsip dasarnya adalah menyekap air yang tersedia kemudian mengumpulkannya dan membagi air tersebut secara merata ke seluruh blok kebun agar kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit senantiasa terpenuhi secara merata.
Mengingat dampak El Niño yang menyimpan bahaya laten bagi perkebunan kelapa sawit, para pihak terkait harus segera mengambil sikap sejak saat ini. Berbagai perbaikan infrastruktur perlu ditingkatkan. Disamping itu, diperlukan pula tim yang selalu siap siaga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran lahan. Sosialisasi kepada tenaga kerja maupun masyarakat sekitar kebun untuk menghindari segala bentuk kegiatan ataupun tindakan-tindakan kecil yang berpotensi menimbulkan kebakaran lahan (misalnya, membuang puntung rokok sembarangan dan membakar sampah) juga penting untuk dilakukan guna mendukung suksesnya program antisipasi El Niño pada 2023 ini.