Bongak

Kapitalisme dalam Agroindustri

“… lebih baik Indonesia tenggelam ke dasar lautan
daripada menjadi embel-embel bangsa lain ….”

Mohammad Hatta

.

Kemandirian bangsa yang dibalut dengan rasa nasionalisme! Mungkin itulah pesan yang ingin disampaikan oleh Hatta dalam nota pembelaannya (pledoi) di pengadilan Den Haag (1928), yang berjudul Indonesie Vrij (Indonesia Menggugat). Sikap lantang dan tegas ia sampaikan dengan penuh semangat kepemudaan di hadapan the colonizer. Kala itu, Bapak koperasi Indonesia ini tengah menggugat penjajahan Belanda atas Indonesia.

Semangat ingin merdeka merupakan ruh yang menggerakkan kebangkitan dan perlawanan atas penindasan ekonomi, politik, sosial—budaya, pertahanan, dan keamanan, dari cengkeraman kolonialisme. Menciptakan perubahan memerlukan ruh dan semangat yang menjadi landasan utamanya. Untuk satu tujuan bersama, yaitu mendirikan Indonesia yang merdeka dan berdaulat penuh atas kediriannya. Hingga akhirnya Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang berlandaskan cita-cita dan tujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.

Nyanyian Koes Plus yang sering kita dengar, “… Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu semua jadi tanaman ….” yang menggambarkan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah, kini sudah tidak relevan lagi. Hari ini kita melihat, nilai-nilai dalam perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, semakin bergeser menjadi nilai-nilai neo-kolonialisme. Kolonialisme dalam wajah baru ini tampak begitu terasa. Eksploitasi manusia dan alam kini berlangsung secara massif dan demi keuntungan segelintir orang. Dampaknya jelas terasa, masyarakat semakin sengsara, alam semakin rusak, dan hal ini terjadi di mana-mana.

Saat ini, ekonomi konvensional di bawah cengkeraman kapitalisme sedang menghadapi situasi krisis dan perlu dire-evaluasi. Sejak dulu, kapitalisme telah banyak dikritik. Kritik mengalir sejak tahun 1940 sampai 1960, dari Karl Marx sampai ekonom kontemporer, Josep Stiglitz. Kritik atas kegagalan kapitalisme global pun semakin meluas. Baik kritik atas ketimpangan pendapatan yang lebih menguntungkan para pemodal, kemiskinan, maupun atas pengangguran yang terus meningkat.

Kapitalisme global telah banyak memunculkan ketimpangan pendapatan. Kapitalisme yang hanya mengincar profit semata untuk segelintir orang telah nyata mengabaikan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bersama. Keberpihakannya pada modal telah menjadikan kapitalisme sebagai ideologi dan sistem ekonomi—politik yang menindas masyarakat. Jika sistem tersebut dipertahankan, maka ketimpangan pun akan tetap terjadi, bahkan semakin parah. Untuk memperbaikinya, perlu ada satu titik balik peradaban, mengubah paradigma dan visi. Titik balik peradaban meniscayakan pembangunan dan pengembangan sistem ekonomi yang lebih bertanggungjawab.

Melawan Kapitalisme (Sumber: indoprogress)

Kuasa Pangan: Kelindan Negara—Industri

Praktik kapitalisme dalam agroindustri mencerminkan hubungan yang kompleks antara ekonomi, kekuasaan, dan produksi pangan. Agroindustri sebagai sektor yang menggabungkan pertanian dan industri, sering kali dipengaruhi oleh prinsip-prinsip kapitalisme yang mengutamakan keuntungan finansial di atas segalanya.

Dalam agroindustri, kapitalisme memberi dampak yang signifikan dalam berbagai aspek. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah dominasi perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan besar sering mengendalikan rantai pasokan pangan, mulai dari produksi, pengolahan, hingga distribusi. Hal ini dapat menyebabkan monopoli dan oligopoli yang mempersempit ruang bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Selain itu, praktik kapitalisme dalam agroindustri juga sering kali mengarah pada eksploitasi tenaga kerja. Buruh tani sering bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, dengan upah rendah dan kurangnya jaminan sosial. Hal ini mencerminkan ketidakseimbangan kekuatan antara pemilik modal dan pekerja.

Selanjutnya, praktik kapitalisme dalam agroindustri juga berdampak pada pemanfaatan sumber daya alam yang agresif. Agroindustri yang berfokus pada produksi massal sering kali mengorbankan lingkungan dengan penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Selain itu, ekspansi agroindustri juga berpotensi merusak ekosistem alami, seperti hutan dan lahan gambut. Hal ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi lingkungan yang serius.

Melihat realitas di atas maka jelas ada sesuatu yang salah dalam konsep-konsep yang selama ini diterapkan di berbagai negara, tanpa terkecuali Indonesia. Kapitalisme tidak memiliki kontribusi nyata bagi kemajuan dan perkembangan pembangunan Indonesia. Ini bisa dibuktikan dengan adanya ketidakmampuan mewujudkan tujuan dan sasaran yang diharapkan, seperti pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs), kesempatan kerja penuh (full employment), dan pemerataan distribusi pendapatan. Kegagalan lainnya adalah semakin suburnya budaya eksploitasi besar-besaran terhadap alam dan ketidakadilan pemanfaatannya, eksploitasi manusia atas manusia yang lainnya, pengerusakan lingkungan dan ekosistem di dalamnya, serta melupakan norma dan etika dalam membangun peradaban manusia di muka bumi ini.

Soekarno dalam sebuah orasinya menyampaikan bahwa, “… Imperialisme berbuahkan ‘negeri-negeri mandat’,daerah pengaruh’… yang di dalam sifatnya ‘menaklukkan’ negeri orang lain, membuahkan negeri jajahan … syarat yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional ….” Dalam kondisi carut marut dan keterjajahan ini, kita harus menghidupkan kembali semangat proklamasi Indonesia yang menjadi spirit melawan kolonialisme—imperialisme dan feodalisme oleh bangsa sendiri. Hancurnya kedaulatan bangsa, terpuruknya nasib rakyat Indonesia bukanlah suatu fenomena yang datang dengan sendirinya. Keterpurukan ini akibat dari fenomena global yang berkembang sangat cepat, dan ketidaksiapan kapasitas secara mental, sistem sosial—budaya, dan ekonomi bangsa kita dalam menghadapi ancaman kapitalisme global. Mau tidak mau, suka tidak suka, kapitalisme adalah sebuah keniscayaan yang harus kita hadapi.

Dalam konteks ekonomi dan politik dalam sebuah negara, kepentingan kapitalisme global adalah untuk mengubah struktur perekonomian negara-negara miskin secara sistematis, melalui pengerdilan peran negara dan peningkatan peran pasar, sehingga memudahkan pengintegrasian perekonomian negara-negara miskin ke dalam cengkraman para pemodal dari negara-negara kaya. Atas dasar ini, negara kaya lantas dapat dengan mudah mengintervensi politik, ekonomi, dan sosial—budaya negara-negara miskin.

Kapitalisme membawa dampak yang serius terhadap pelemahan struktural wewenang sebuah pemerintahan dalam melindungi negara dan rakyatnya. Hari ini kita menyaksikan bahwa fungsi pemerintahan dari semula melayani dan melindungi kepentingan rakyat, perlahan dan pasti bergeser menjadi pelayan dan pelindung kepentingan para pemodal negara-negara kaya. Pada tahap yang lebih ekstrem, kapitalisme akan menjadikan pelebaran kesenjangan sosial dan ekonomi. Di saat yang bersamaan, dominasi pemodal negara-negara kaya terhadap semua kekayaan alam yang ada di negara-negara miskin, juga semakin senjang.

Kapitalisme dalam setiap langkahnya telah mengikis dan menggerogoti kedaulatan bangsa Oleh karena itu, sebagai pemuda kita harus terus mengawasi, mengevaluasi dan mengkritisi, melawan dan mencari solusi alternatif terhadap dominasi kapitalis, misalnya dengan pengembangan dan penguatan ekonomi kerakyatan yang mandiri dengan pilar koperasi dan terobosan pengembangan usaha mikro.

Dalam menghadapi praktik kapitalisme yang dominan dalam agroindustri, penting bagi kita untuk memperhatikan dampak yang ditimbulkannya. Hanya dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dalam mendorong praktik yang lebih berkelanjutan, adil, dan bertanggung jawab, kita dapat membangun sistem agroindustri yang lebih manusiawi dan ramah lingkungan. Dengan mengutamakan kesejahteraan petani, pekerja, dan keberlanjutan lingkungan, kita dapat menciptakan masa depan pangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Kesadaran dan tindakan nyata tadi juga mesti didukung oleh pemerintah melalui berbagai kebijakannya. Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan yang mendukung diversifikasi ekonomi, perlindungan hak-hak buruh, dan penggunaan teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam memilih dan mendukung produk pangan yang diproduksi secara bertanggung jawab. Dengan upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen, kita dapat menciptakan sistem agroindustri yang lebih berkelanjutan, adil, dan memperhatikan kepentingan semua pihak.

Kiki Yulianto

Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *