Buku memang sebuah jendela dunia yang seharusnya dapat dinikmati oleh siapa saja. Untuk mendapatkan informasi yang bergizi, buku hendaknya menjadi sumber rujukan yang pertama, dan itu semuanya harus didukung oleh minat baca masyarakat yang tinggi.
Merayakan hari buku, hendaknya menjadi momentum bagi kita untuk memperkaya literasi. Rasa keingintahuan dan penggalian kritis terhadap sumber-sumber keilmuan, sudah sepatutnya ada pada setiap lapisan masyarakat.
Buku menjadi sahabat untuk melepaskan penat. Buku adalah teman setia kala berteman dengan sepi. Buku adalah kehangatan dan jalan keluar untuk menembus batas-batas dinding yang kokoh. Bung Hatta, Tan Malaka, Soekarno, dan berbagai tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah para pecinta buku, sepanjang mendekam di penjara, maupun hidup dalam pengasingan, mereka tidak pernah terlepas dari rutinitas membaca. Bahkan Bung Hatta sendiri pernah berujar bahwa dirinya rela dipenjara asal tetap bersama buku.
Pernyataan rendahnya minat literasi bangsa ini merupakan pukulan yang telak bagi kita semua. Sebab sepanjang negara ini didirikan, para pendiri bangsa nyaris tidak ada yang tidak gila membaca dan begitu candu dengan ilmu pengetahuan. Mereka menjadi tokoh besar karena dekat dan bersahabat dengan buku dan ilmu pengetahuan. Olah pikir kritis dan daya ingin maju menjadikan mereka mampu berbuat banyak di berbagai level, dari lokal hingga internasional. Mereka mampu lantang berpidato dan berargumentasi dalam untaian kata yang menghipnotis setiap orang, termasuk para pemimpin dunia kala itu.
Jika survei yang ada tentang minimnya literasi bangsa Indonesia dianggap bias dan cenderung sentimen, mari sama-sama kita bangun budaya dekat dengan buku. Bangsa ini lahir dari para tokoh yang dekat dengan buku, dan bahkan memberikan mahar istrinya juga dengan buku, bukan begitu, Bung Hatta?