MejengSele - Sele

Jalan Panjang Kota untuk Penyandang Disabilitas

Melihat kota dengan tatanan yang rapi tentu akan memanjakan mata kita. Harapan akan infrastruktur yang ramah terhadap lingkungan dan pengguna jalanan tentu seringkali kita dengar dari para pejabat pemerintah. Namun, apakah itu terlaksana dengan baik atau tidak? Maka jawabannya bisa kembali ke para pemangku jabatan tersebut.

Sebagai warga negara Indonesia, beberapa daerah ada yang tampak masih mempertahankan kedaerahannya, dan beberapa lagi mencoba untuk menjadi lebih terlihat modern. Penataan kota tentu menyesuaikan kebijakan yang telah ditetapkan, yang terkadang menghilangkan jejak heritage dari salah satu kota tersebut.

Tidak selamanya kemajuan kota harus dibalut dengan gedung-gedung pencakar langit yang hanya akan menyumbang penipisan lapisan ozon. Atau diperparah dengan kondisi apatis dari beberapa kalangan yang tak memahami bahwa ruang kota juga mesti menjadi tempat yang ramah bagi kaum difabel.

“Bentuk kemajuan kota harusnya berada pada titik ramah lingkungan serta ramah sosial, terutama bagi mereka para penyandang disabilitas.” Seperti yang dilansir dari Media Indonesia, bahwa pemerintah harus mendorong terwujudnya budaya masyarakat yang menghargai kelompok penyandang disabilitas, seperti halnya memberikan dukungan anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap pengembangan kota inklusif disabilitas, serta bantuan finansial yang memadai.

Hal ini juga tentu selaras dengan UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia; UU No 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas; UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas; UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung, UU No 22/ 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; agar pemerintah mewujudkan kota inklusif disabilitas.

Setiap kota di Indonesia harus memiliki infrastruktur kota yang mampu mendukung aktivitas para penyandang disabilitas dengan berbagai macam kebutuhan yang beragam. Berbagai fasilitas didesain ramah terhadap disabilitas. Memberikan ruang kota yang bebas untuk mereka mandiri dan tampak inklusif. Dan yang terpenting adalah kesadaran masyarakat untuk berlaku sosial tanpa mengambil hak para penyandang disabilitas, seperti tidak berjualan pada akses jalan penyandang disabilitas. Kita semua harus memperhatikan itu.

Sepertinya, masih banyak pekerjaan rumah untuk lebih memperhatikan fasilitas kaum disabilitas. Pelayanan yang prima untuk mereka masih sebatas proyek.

Ahmad Muhajir

Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *