Lewat tulisan ini, saya hendak mengucapkan ribuan terima kasih kepada PT. Gojek Indonesia, yang sudah mau menerima saya sebagai mitranya. Tekhusus kepada pendiri Gojek, Bapak Nadiem Anwar Makarim, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Atas dedikasimu, saya pernah loh pak merasakan bagaimana rasanya tersesat malam-malam, nabrak mobil, dan indahnya menikmati hasil keringat sendiri. Keringat yang saya maksud di sini bukan air perasan baju setelah main badminton, ya. Tapi itu lo, saya yakin pembaca yang budiman sudah memahami hal tersebut.
Awal kedekatan saya dengan Gojek berawal pada tahun 2016. Setelah diterima menjadi mahasiswa di salah satu kampus negeri di Kota Medan. Saya terjebak pada dilema dan kegalauan yang cukup akut waktu itu. Bagaimana tidak, sebagai mahasiswa, pola pertemanan yang hedonis menyebabkan saya memerlukan dana yang cukup besar. Nongkrong bareng teman, ngedate bareng pacar, dan posting di tempat mewah, itu semua kan membutuhkan kantong yang cukup dalam (gombor nama lainnya). Itulah sebabnya, saya hendak mencari pekerjaan yang tidak mengganggu aktifitas kuliah saya. Jatuhlah pilihan tersebut kepada Gojek.
Saya ingat betul, hari di mana saya harus datang ke kantor Gojek untuk wawancara dan melengkapi berkas. Pagi itu, sebenarnya saya ada jadwal UTS dengan salah satu dosen, sebut saja namanya Pak Kasron. Awalnya, saya ragu untuk meminta izin kepadanya, namun saya salah duga. Beliau merespon dengan begitu hangat, bahkan sampai mendukung dan mendoakan saya. Lewat tulisan ini, saya ucapkan terima kasih juga kepada beliau. Pagi hari yang dibarengi dengan hujan rintik-rintik manjah, saya segera meluncur ke kantor Gojek. Ini kesempatan emas untuk bisa meraih penghasilan dengan cara tidak mengganggu kuliah saya.
Sesampainya di kantor Gojek, puluhan orang yang sama seperti saya sudah duluan antri. Saya pun terus mengikuti setiap prosedur yang sudah ditetapkan oleh Gojek. Setelah menunggu antrian yang cukup lama, akhirnya nama saya dipanggil ke atas. Sesampainya di atas, saya langsung melakukan pendataan diri, mengikuti pelatihan, dan menandatangani surat perjanjian kemitraan bersama Gojek. Perlu dicatat juga, saya mendaftar sebagai driver Gojek ini tanpa sepengetahuan orang tua saya, lo. Soalnya, mereka pasti tidak setuju kalau saya ikut yang beginian. Makanya saya diam-diam saja, biar nanti memberi kejutan kepada mereka.
Tepat pada tanggal 27 Oktober 2016, saya dinyatakan sebagai mitra resmi dari PT. Gojek Indonesia. Semenjak hari itu juga, saya mulai mencari uang untuk memenuhi kebutuhan akan biaya pergaulan yang cukup besar. Terus bagaimana dengan kehidupan perkuliahaan saya setelah itu? Tidak banyak yang berubah sih. Cuma yang paling berubah adalah, setelah pulang kuliah, saya sudah jarang nongkrong dan bercanda ria bersama teman-teman. Biasanya, saya langsung pulang ke rumah, untuk makan dan berganti atribut (kayak power ranger gitulah). Bahkan, teman-teman saya dahulu menganggap, bahwa saya tidak akan melanjutkan kuliah. Astagfirullah, kejam sungguh kejam kalian. Haha.
Apa sih kira-kira yang saya dapatkan dari Gojek? Pasti dibenak sebagian pembaca ada yang bertanya seperti itu (agak geer sih ini). Begini penjelasannya. Menjadi driver Gojek mengajarkan saya banyak hal. Selain uang yang pastinya saya dapat, bertemu banyak customer dengan berbagai macam karakternya, membuat saya bisa mengenal lebih banyak tipe manusia. Selain itu, saya juga bisa jadi banyak tahu jalan, lokasi makanan enak, dan tempat-tempat yang ‘begituan’. Haha.
Terus, apakah kuliah saya hancur, atau biasa-biasa aja? Eits, jangan salah dulu. Ini bukan untuk membanggakan diri, ya. Selama menjadi driver Gojek, saya masih sempat tuh untuk menorekhan beberapa prestasi, tapi tak usahlah saya sebutkan. Selain itu, hasil selama menjadi driver Gojek, membuat saya bisa melangkahkan kaki ke beberapa tempat di Indonesia, seperti: Aceh, Yogyakarta, Surabaya (hampir seluruh Jawa Timur sih lebih tepatnya), Gunung Bromo, bahkan saya bisa sampai ke Pontianak, dan Tugu Khatulistiwa. Kalau bukan karena tabungan dari hasil menjadi driver Gojek, mana mungkin saya bisa sampai ke tempat-tempat tersebut.
Tak terasa, sudah lima tahun saya menjadi mitra dari Gojek. Bisa dikatakan, saya ini salah satu driver yang paling baik budi, lo. Saya tidak pernah menggunakan aplikasi tambahan yang dilarang oleh pihak Gojek (istilahnya tuyul, kalau driver pasti paham). Selain itu, saya juga jarang melakukan kecurangan. Kalau pun pernah, itu dulu, atau karena kepepet. Pak Nadim pasti akan mentoleransi kecurangan yang pernah saya lakukan tersebut.
Sebagai penutup, lewat tulisan ini saya bukan ingin membanggakan diri atau mengkampanyekan agar masyarakat Indonesia menggunakan Gojek. Sama sekali bukan. Tapi, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih saja. Karena, Gojek banyak memberikan saya pengalaman dan pembelajaran hidup. Salam satu aspal!